Algoritma Kekuasaan: Rumus Diam-diam yang Menggerakkan Dunia
blokbojonegoro.com | Thursday, 01 May 2025 17:00
Oleh: Choirul Anam
blokBojonegoro.com - Pernahkah kamu merasa bahwa dalam hidup ini, ada pola-pola tertentu yang selalu berulang? Seperti, kenapa orang tertentu lagi-lagi yang dipilih jadi ketua kelas? Atau kenapa di kantor, yang naik jabatan kok dia-dia lagi?
Itu bukan semata-mata kebetulan. Diam-diam, ada yang namanya algoritma kekuasaan semacam rumus tak tertulis yang bekerja di balik layar, menggerakkan siapa yang berkuasa, siapa yang mengikuti.
Mari kita mulai dari pertanyaan sederhana: apa sih kekuasaan itu?
Secara klasik, kekuasaan itu kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memengaruhi perilaku orang lain. Tapi dalam praktiknya, kekuasaan itu bukan cuma tentang siapa yang paling keras suara atau paling banyak uang.
Kekuasaan adalah tentang mengatur persepsi, menguasai jaringan, dan memainkan momentum. Dan semua itu, sadar atau tidak, mengikuti pola-pola tertentu algoritmanya.
Kontrol Narasi
Siapa yang menguasai cerita, dia menguasai realitas. Ini hukum pertama dalam algoritma kekuasaan. Dalam dunia politik, kita lihat bagaimana tokoh-tokoh tertentu selalu tampil sebagai “penyelamat bangsa” atau “pembawa perubahan” padahal kadang hanya pintar membungkus cerita.
Kontrol narasi bukan cuma soal berkata-kata, tapi tentang menciptakan makna. Kamu tidak perlu betul-betul hebat, asal semua orang percaya kamu hebat, itu sudah cukup. Bahkan, sering kali, yang "terlihat berkuasa" lebih berpengaruh daripada yang "benar-benar berkuasa".
Narasi itu seperti software: siapa yang bisa menulis coding cerita, dia yang bisa meng-install ke kepala orang banyak.
Jaringan adalah Mata Uang
Dalam kekuasaan, yang paling kuat bukanlah yang berdiri sendiri, tapi yang paling banyak jaringannya. Politik, bisnis, bahkan organisasi kampus semua bergerak lewat jaringan.
Bayangkan jaringan itu seperti jalur listrik. Semakin banyak kabel yang tersambung ke sumber daya, semakin besar kekuatan yang bisa dialirkan. Orang-orang yang mengerti algoritma ini sibuk membangun pertemanan, membina aliansi, memperluas koneksi bahkan sebelum ada kebutuhan konkret.
Inilah kenapa orang sering bilang, "Bukan seberapa hebat kamu, tapi seberapa kuat temanmu." Itu bukan sekadar lelucon, tapi realitas algoritmik dalam dunia kekuasaan.
Momentum Adalah Segalanya
Kadang dalam hidup, punya kekuatan saja tidak cukup. Kamu harus tahu kapan menggunakannya. Algoritma kekuasaan mengajarkan bahwa momentum adalah segalanya.
Orang yang cerdas tidak asal tampil; dia menunggu saat yang tepat. Seperti peselancar yang tidak melawan ombak, tetapi menunggu ombak yang pas, lalu meluncur di atasnya dengan gemilang.
Dalam politik, orang-orang ini tahu kapan harus diam, kapan harus tampil heroik, kapan harus membangun kesan, dan kapan harus menghilang. Semua berdasarkan kalkulasi momentum.
Kalau kamu bergerak terlalu cepat, kamu ditertawakan. Kalau terlalu lambat, kamu dilupakan. Timing is power.
Kelangkaan Membuat Berharga
Ini prinsip psikologi dasar yang juga menjadi bagian algoritma kekuasaan: apa yang langka, terlihat lebih berharga.
Tokoh-tokoh kuat sering sengaja membuat diri mereka tidak selalu tersedia. Mereka menciptakan aura "sulit diakses", "eksklusif", "terpilih", sehingga ketika mereka bicara atau hadir, semua orang merasa itu momen yang spesial.
Pernah lihat atasan yang jarang sekali hadir rapat, tapi sekali datang, semua orang tiba-tiba serius? Itu bukan tanpa sengaja. Itu bagian dari algoritma membangun nilai lewat kelangkaan.
Kuasai Diri, Baru Kuasai Dunia
Algoritma kekuasaan yang paling subtil, tapi paling penting, adalah penguasaan diri.
Seseorang yang mampu mengendalikan emosinya, menjaga konsistensi tindakannya, dan berpikir jangka panjang, punya peluang lebih besar untuk menguasai orang lain. Karena pada akhirnya, kekuasaan eksternal lahir dari kekuasaan internal.
Orang yang cepat marah, mudah reaktif, gampang goyah oleh pujian atau hinaan, sebenarnya mudah dikendalikan. Mereka mungkin kelihatan kuat di luar, tapi rapuh di dalam.
Sementara itu, orang yang stabil, tenang, sabar merekalah yang perlahan membangun pondasi kekuasaan yang kokoh, tahan ujian waktu.
Algoritma Ini Berlaku di Mana-mana
Yang menarik, algoritma kekuasaan ini tidak hanya berlaku di negara atau korporasi besar. Di tingkat yang lebih kecil komunitas, sekolah, keluarga besar pola-pola ini juga bekerja. Bahkan dalam percintaan, kadang algoritma ini main halus. (Iya, yang sering "jual mahal" kadang justru yang paling banyak ditaksir.)
Semua ini menunjukkan bahwa kekuasaan bukanlah sesuatu yang mistis. Ia mengikuti pola, mengikuti logika. Dan, kabar baiknya, pola ini bisa dipelajari, dipahami, bahkan diterapkan asalkan dengan kesadaran etis, bukan untuk manipulasi kosong.
Sebab pada akhirnya, algoritma hanyalah alat. Yang menentukan adalah bagaimana kita menggunakannya: untuk membangun, atau sekadar untuk menaklukkan. (*)
Tag : Choirul Anam, Algoritma Kekuasaan
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini