Serpihan Agresi Militer Belanda II di Tuban-Bojonegoro (13)
Panik, Tembakan Musuh dan Lawan Sulit Dikenal
blokbojonegoro.com | Wednesday, 16 August 2017 12:00
Suara letusan senjata datang dari berbagai arah, depan, belakang, kiri dan kanan. Bahkan pesawat terbang juga turut menghujani tembakan. Antara lawan dan kawan susah dikenali. Sehingga Pasukan Ronggolawe di pertahanan Wedi sampai Sumodikaran tercerai berai.
Reporter: Parto Sasmito, Tim Investigasi
blokBojonegoro.com - Usai terjadi pertempuran perjumpaan pada 11 Februari 1949 yang mengakibatkan gugurnya Letmuda Suwolo, selanjutnya, pada hari Minggu 20 Februari 1949 pagi, pasukan Belanda melakukan gerakan. Sasarannya ada Dander, dengan menggunakan tiga poros berkekuatan sekitar satu kompi.
Di poros tengah, mereka bergerak melewati jalan besar melintasi Desa Pacul, Ngumpakdalem dan Dander. Di poros kiri, lewat jalan Kalianyar, Wedi, Bendo, Ngraseh dan bermalam mendirikan bivak di Jatiblimbing. Kemudian di poros kanan, melalui Desa Ngulanan, Sumodikaran, Sendangrejo dan sesampainya di Dander mereka akan bergabung dengan poros di bagian tengah.
Baca juga [Belanda Kuasai Jalan Bojonegoro-Babat]
Meskipun jarak serangan hanya sekitar 12 km dari Kota Bojonegoro, namun Belanda tidak mau ambil resiko. Sebab, mereka mengetahui bahwa wilayah Gunung Pandan sekitar Waduk Pacal dijadikan basis komando untuk pusat pemerintahan militer karesidenan. Serangan harus dilakukan dengan cermat.
Oleh karenanya, pasukan Belanda masih tetap menggerakkan pasukan dari Babat dengan mengambil rute jalan dalam, yakni kaki pegunungan Kendeng, dari Bluluk, Kedungadem, Kepohbaru, sampai Desa Bulu, Kecamatan Sugihwaras.
Dalam perjalanan, pasukan Jarot Subiantoro dari Desa Tondomulo, Kecamatan Kedungadem menghadang tentara Belanda tersebut. Pasukan itu, diberangkatkan lebih awal satu hari, sehingga ketika serangan dari Bojonegoro belum dimulai, mereka tinggal melanjutkan gerakan menuju Sugihwaras, Panemon, belok ke Belun dan berhenti di Desa Jono, Kecamatan Temayang.
Di tempat berbeda, Pasukan Ronggolawe yang menjaga pertahanan dari Desa Wedi sampai Desa Sumodikaran menjadi berhamburan dan tercerai berai karena mendapat serangan dari berbagai arah dalam waktu bersamaan.
Antara tembakan lawan dan kawan sulit dikenali, karena bercampur datang dari berbagai penjuru. Bahkan, pesawat terbang musuh juga ikut menambah kepanikan dengan menghujani tembakan dari udara. Pasukan tak dapat diatur kembali, akhirnya mereka mundur dalam keadaan kacau balau.
Pada tanggal 21 Februari 1949, pasukan Belanda yang bermalam di Jono melanjutkan gerakan dengan memotong desa Sumberarum menuju Dander selanjutnya kembali ke pangkalan. Kemudian, pleton yang bermalam di Jatiblimbing, setelah mengadakan pembersihan di daerah sekitar, kemudian kembali ke Bojonegoro membawa tawanan Mayor dr. Mustaman dan membawa sebagian pengungsi masuk kembali ke kota.
Sedangkan pasukan yang bergerak pada poros Bojonegoro-Dander dan Ngulanan-Dander, mempersiapkan pendudukan baru di kompleks pemandian. Kemudian pada tanggal 23 Februari 1949 dengan meninggalkan satu pleton diperkuat senjata bantuan, sisa pasukan kembali ke pangkalan Bojonegoro sembari melakukan pembersihan di desa-desa yang dilewati.
"Kerugian di pihak kita adalah Letmuda Suwolo gugur pada 11 Februari 1949, tiga orang gugur yakni Letmuda Sutomo dan Prajurit Pasiran. Mayor dr. Mustaman dan beberapa orang perawat tertawan dan korban di pihak rakyat dan barang-barang miliknya tidak diketahui," Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe, Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, 1984:281.
Usai Dander jatuh di tangan Marbrig, kemudian dibangun pos tetap berkekuatan satu pleton. Para pejuang mulai melakukan perang gerliya bersama rakyat. Selesai melakukan konsolidasi, pasukan yang berada di selatan Bengawan Solo, ditempatkan di daerah-daerah. [ito/mu]
Sumber: Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe, Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe.
Tag : sejarah bojonegoro, agresi militer di bojoengoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini