Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Mak Nah, Pedagang Kembang di Pasar Bojonegoro

Jarang Pulang, Bak Merantau di Kota Sendiri

blokbojonegoro.com | Wednesday, 21 February 2018 11:00

Jarang Pulang, Bak Merantau di Kota Sendiri

Kontributor: Apriani

blokBojonegoro.com - Dari pandangan sepintas, orang pun tahu sosoknya sudah tak muda lagi. Kulit wajah dan tangnnya penuh keriput.Namun, semangatnya untuk mencari rezeki tak pudar. Dia lah Mak Nah, pedagang kembang di timur Pasar Kota Bojonegoro.

Meski tak lagi muda, ia tetap berusaha untuk mendapatkan rezeki dan tak ingin hanya berpangku tangan. Panas dan hujan pun tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk membuka lapak jualan.

Setiap pagi, Mak Nah sudah siap menerima pembeli dan menata dagangannya dengan rapi. Untuk mendapat bunga yang dijual, Mak Nah hanya perlu menunggu pemasok yang biasa datang mengantarkan bunga pesanannya. "Enek seng ngeteri dek, biasa e wonge numpak montor, kulak e nak kunu (Ada yang mengirim ke sini dek, biasanya orangnya naik sepeda motor, belinya di situ)," ujarnya.

Di hari biasa selain hari Kamis dan Jumat, dia hanya menyediakan sedikit stok dengan merogoh kocek Rp40.000. Baru kemudian saat memasuki hari Kamis dan Jumat ia menambah stok pembelian sampai sekitar Rp70.000. Harga dari kembang yang ia jual sangat bervariasi, dari Rp2.000 hingga puluhan ribu.

"Nggeh nek enten seng tumbas kaleh ewu yow kulo paringi, wong nggak mesti kok tumbas e piro (Iya kalau ada yang beli dua ribu pun akan saya layani, orang tidak pasti belinya berapa)," ungkap nenek 3 cucu tersebut.

Meski beralamat di Kecamatan Ngasem, Mak Nah mengaku jarang pulang. Dia bagaikan orang yang sedang merantau di kota sendiri. Pulang ke desa dengan waktu yang tak tentu, terkadang dua minggu sekali bahkan terkadang lebih dari dua minggu. Ketika pulang pun, seringkai ia di rumah hanya sehari dan akan kembali lagi berdagang kembang esok harinya.

Ketika berada di pusat kota, dia tidur di depan toko yang telah tutup, dengan berasalkan tikar dari anyaman pandan, berselimutkan kain seadanya. "Gak mesti kadang turu yow jam 11, nek gak ngunu jam 12, kadang yow sampe jam 2 lagek turu (Tidak pasti terkadang tidur pukul 23.00, atau pukul 00.00, terkadang juga sampai pukul 02.00 pagi baru tidur)," tutur wanita yang telah lama menjanda itu.

Selama ini, untuk mandi Mak Nah memanfaatkan kamar mandi umum di pasar. Sementara, untuk keperluan makan, setiap harinya dia harus membeli.

Selain menjual kembang, ia juga menjual tikar dari anyaman pandan, tikar tersebut ia beli dari Ngambon yang kemudian dijual di kota dengan harga Rp40.000. Biasanya tikar pandan laku ketika ada orang yang meninggal. [ani/lis]
 

Tag : pedagang, bunga, mak nah



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini