blokBojonegoro.com - Badannya tak lagi tegak, begitu juga dengan langkah kaki yang tiap hari menyusuri sudut gang rumah warga untuk menawarkan dagangan. Jari kaki yang sudah tak rapi termakan usia, tak membuat langkah kakinya terhenti untuk duduk santai di rumah sembari menikmati usia lanjut seorang diri.
"Ning... gus ... jajan, enten gedang ayu-ayu, monggo nak menawi ngersakaken (mbak.. mas.. jajan, ada pisang bagus-bagus, silahkan apabila mau)," teriak Sukiyem, setiap lewat depan rumah warga Perumahan Bukit Banjarsari Baru, sembari berhenti sejenak menjelaskan apa saja yang ia bawa.
Meski sudah berusia 75 tahun, janda tiga anak ini masih semangat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan karena sang anak tidak perhatian, tapi lebih kepada ingin mandiri dan tidak membebani anak-anaknya yang kini kesemuanya sudah berkeluarga.
"Asline geh dikengken leren kaleh yugo gus, dikengken ten griyo mawon, tapi mbah dok mboten purun, soale nak ten griyo geh cuma nganggur lungguh mawon kulo geh mboten purun, (Aslinya ya diminta berhenti jualan sama anak, disuruh di rumah saja, tapi nenek tidak mau, soalnya kalau di rumah cuma nganggur duduk saja, saja tidak mau)," terangnya dengan mata kiri yang sayu, karena kelopak mata kanan Sukiyem mulai menutup lantaran sakit yang diderita.
Saat sang suami masih hidup, ia diajak untuk hidup berdua atau lebih tepatnya tidak tinggal bersama salah satu anak, dan juga mencari nafkah untuk kebutuhan hidup berdua, meski hasil yang diperoleh tidak banyak, namun hal itu sudah cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari pasangan yang kini sudah pisah itu.
"Rumiyen pas mbah kakung tasek enten gih sadean sareng, mbah kakung mikul kaleh krenjang niku, terus kulo geh gendong keliling sareng, sakjo kapundut sekawatun tahun riyen sakniki kulo sadean piyambakan (Dulu saat kakek laki-laki masih hidup jualan bersama, kakek bawah keranjang dua yang dipikul di pundak, terus saya juga bawa tapi saya gendong keliling bersama, setelah kakek meninggal empat tahun lalu sekarang saya jualan sendiri)," jelas nenek sembilan cucu bercerita sambil bersandar mengenang masa indah bersama sang suami yang kini sudah tiada.
Meski hanya berdagang makanan ringan seperti kerupuk, snack, kacang rebus, umbi rebus, pisang, tahu bulat, atau jajanan olahan tangan sendiri, kata nenek asal Desa Banjarsari ini, hasil yang diperoleh selalu ia syukuri dan cukup untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Disamping itu hal yang paling utama bagi dirinya adalah tidak ingin merepotkan orang lain, bahkan anak sendiri, lantaran hal ini adalah pesan dari mendiang sang suami tercinta.
Kebetulan awak bB sebutan blokBojonegoro.com berkesempatan membeli dagangan nenek 3 cicit ini, tiga ikat kacang tanah rebus dengan harga Rp2.500 perikat, tahu bulat isi lima buah Rp.2.500 dan snack Rp500. Dagangan yang dibawa Sukiyem kebanyakan ia beli dari pasar, kadang ada beberapa jajan yang dibuat oleh sang anak.
"Niki kulo mendet saking pasar, niki damelan yugo, monggo kerso ingkang pundhi, (Ini saya beli dari pasar, yang ini buatan anak, silahkan mau pilih yang mana)," tawar Sukiyem kepada para pembeli untuk memilih dagangannya.
Selesai melayani satu pembeli, Sukiyem langsung berdiri menata keranjang yang ia gendong di belakang penuh dengan barang jualan, selain itu tangan kanan membawa ember ukuran sedang dan tangan kiri membawa tas belanja, tak lupa caping (topi dari anyaman bambu) di atas kepala untuk menahan panasnya sengatan sinar matahari.
Usia lanjut tergambar jelas dari kerutan kulit nenek asal Desa Banjarsari, Kecamatan Trucuk ini, baju tipis yang dikenakan basah penuh peluh perjuangan untuk tetap bisa bertahan hidup tanpa uluran tangan orang lain. Meski begitu badan tuanya terlihat masih kuat dengan barang bawaan yang tidak sedikit.
"Alhamdulillah tasek saget pados nyotro piyambak, monggo (Alhamdulillah masih bisa cari uang sendiri, mari saya pamit dulu)," kata nenek itu berlalu. [mu/ito]
Loading...