Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Problem Sampah dan Solusinya

blokbojonegoro.com | Friday, 13 September 2019 11:00

Problem Sampah dan Solusinya

Oleh: Iskak Riyanto.

Pada apel peringatan HUT Pramuka ke-58 di Alun-alun Bojonegoro tanggal 14 Agustus 2019 yang lalu, mengangkat isu tentang gerakan peduli lingkungan untuk berkomitmen mengurangi sampah plastik.

Dari rilis Humas Pemkab Bojonegoro, Bupati Anna Mu'awanah mengatakan, permasalahan yang sedang dihadapai bangsa saat ini adalah masalah lingkungan, perlu ditangani secara serius.

Masih menurut Bupati, diketahui bersama, bencana dan kerusakan alam yang sering terjadi, salah satunya adalah karena sampah. Untuk itu perlu diberi wawasan bagi generasi muda bagaimana dapat mengolah sampah menjadi barang yang mempunyai manfaat dan nilai ekonomi bagi masyarakat.

Hal ini sangat menarik kalau dikupas lebih jauh. Saat ini sampah sudah menjadi problem semua. Mulai dari tingkat rumah tangga sampai dunia internasional.

Seiring dengan jumlah penduduk yang semakin banyak, sampah yang dihasilkan juga semakin bertambah. Baik sampah organik atau anorganik.

Sampah organik adalah sampah yang berasal dari mahluk hidup, seperti daun, kulit buah, sisa makanan, dan lain-lain yang bisa terurai alami atau dengan bantuan manusia.

Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan non-hayati, berupa produk sintetik, seperti  botol/gelas bekas air mineral/minuman lainnya, pecahan kaca, sterofoam dan lain-lain.

Awal 1990an saat penulis sekolah di Madrasah Aliyah, sampah belum begitu menjadi masalah. Dulu penjual jajan atau makanan kecil di warung/kantin sekolah belum sebanyak seperti sekarang ini. Dulu bungkusnya daun pisang yang ramah lingkungan. Selain itu daya beli siswa juga rendah. Toko kelontong juga belum banyak seperti sekarang ini.

Tetapi sekarang semua telah berubah. Toko kelontong, warung dan kantin sekolah menjual aneka makanan kecil dan minuman yang mayoritas wadah/bungkusnya berasal dari plastik. Baik plastik tipis atau tebal.

Dalam upaya mengumpulkan dan membersihkan sampah, masyarakat biasanya membuat tempat sampah dari beton di depan rumah. Sampah organik dan anorganik dicampur menjadi satu. Kalau sudah penuh kemudian dibakar. Ini membawa masalah baru, yakni polusi udara.

Botol dan gelas bekas air mineral/minuman lainnya, juga kertas yang semestinya bisa didaur ulang dan bisa menjadi "uang" ikut habis terbakar. Walaupun kadang tidak semua orang melakukannya.

Sampah yang bisa dijadikan "uang" ini mestinya dikelola lewat Bank Sampah. Desa dan sekolah sangat perlu mendirikan Bank Sampah.

Di beberapa desa sebenarnya Bank Sampah sudah ada, dikelola Pemdes atau Kelompok Tani Wanita [KTW].

Tahun 2014 KTW Putri Tani Dukuh Mantup Desa Drajat Kecamatan Baureno, sudah mempunyai Bank Sampah. Kebetulan saat itu penulis bertugas di desa tersebut sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan [PPL].

Tehnis awal setiap pertemuan rutin anggota KTW Putri Tani membawa sampah anorganik yang bisa didaur ulang seperti botol/gelas plastik bekas air mineral/minuman lainya dan kertas.

Setahun kemudian dengan sistem jemput bola. Anggota KTW tidak perlu membawa sampah saat pertemuan. Mereka tinggal mengumpulkan sampah dirumah masing-masing, pengurus KTW akan mengambilnya. Ditimbang dan dicatat akumulasi saldonya. Sampah setelah terkumpul banyak dijual ke tukang pengepul rongsokan.

Saldo dapat diambil setahun sekali saat menjelang hari raya Idul Fitri sebagai THR. Oleh anggota KTW biasanya untuk beli jajan Riyoyo (lebaran). Sehingga timbul guyonan diantara mereka bahwa jajan Riyoyo anggota KTW Putri Tani adalah "sampah".

Bank Sampah di desa bisa mengadopsi seperti yang sudah dilakukan oleh KTW Putri Tani. Lebih simpel dan mudah bila semua Rukun Tetangga [RT] ada yang mengelolanya.

Sedangkan Bank Sampah di Sekolah bisa dikelola oleh pengurus OSIS yang mempunyai kepedulian dengan sampah. OSIS bisa berperan sebagai pengumpul akhir sampah dari kelas. Masing-masing kelas juga mempunyai tim pengelola.

Tehniknya masing-masing kelas diberi dua tempah sampah. Yang satu untuk sampah organik, satunya sampah anorganik. Setiap hari sampah anorganik dipilih dan dipilah oleh tim kelas yang bisa didaur ulang.

Selanjutnya disetor ke OSIS yang sebelumnya ditimbang dan dicatat hasilnya. Begitu setiap hari, atau tiga hari, atau seminggu sekali. Setelah terkumpul banyak kemudian dijual.

Ini akan melatih siswa untuk menjadi lebih baik dalam manajemen persampahan. Mereka akan meletakan jenis sampah pada tempatnya masing-masing. Pengurus Bank Sampah juga bisa latihan mengelola keuangan.

Sampah organik juga perlu dikelola dengan baik. Terus manajemenya bagaimana?, tetap ada cara. Dengan Komposter jawabnya.

Komposter adalah suatu alat untuk membuat Pupuk Organik Cair (POC). Komposter bisa dibuat sendiri dari tong plastik bekas atau wadah bekas cat ukuran 25 kilogram. Di dalam Komposter ada beberapa alat untuk sirkulasi udara untuk proses pengomposan. Dari proses ini sampah organik bisa menjadi POC. Ukuran Komposter menyesuaikan saja. Untuk rumah tangga bak/tong ukuran 25 kilogram sudah cukup. Untuk sekolah ukuran bisa lebih besar lagi.

Tehnisnya adalah sampah organik seperti daun, sisa sayuran dapur, kulit buah, nasi basi, tulang ayam/ikan, ampas kopi/teh, dan lain-lain dimasukan kedalam Komposter. Daun dan sisa sayuran dapur kalau ukurannya besar dipotong kecil-kecil dulu. Sebelum dimasukan disemprot dulu dengan bakteri pengurai untuk membantu proses fermentasi. Perlu diperhatikan sebelumnya, daun yang dimasukan Komposter harus daun basah. Daun kering kandungan airnya sedikit.

Cara ini bisa diaplikasi di mana saja. Bisa desa, sekolah atau tempat lainnya. Sebagai contoh di sekolah. Satu unit Komposter dipakai untuk dua atau tiga kelas. Bisa dijejerkan tempat sampah organik atau anorganik. Sampah organik bisa langsung dimasukan ke Komposter. atau yang dari tempat sampah organik dipindah ke Komposter.

Sebenarnya sejak awal tempat sampah anorganik bisa dijejerkan komposter, tanpa tempat sampah jenis organik. Tetapi untuk pemula lebih baik tiga tempat tadi ada. Tempat sampah organik, anorganik dan komposter. Tanpa bimbingan yang detail biasanya komposter akan dimasuki sembarang sampah, atau melebihi kapasitas.

Untuk komposter ini penulis pernah melihat saat Diklat Penyuluh Pertanian di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian [STPP] Malang tahun 2008, yang sekarang berubah nama menjadi Politeknik Pembangunan Pertanian [Polbangtan].

Setiap rumah dosen atau karyawan Polbangtan depannya ada komposternya. Sampah organik dedaunan dan sisa masakan dapur langsung dimasukan komposter. Beberapa saat kemudian setelah sampah terfermentasi akan mencair menjadi POC,  yang berfungsi sebagai pupuk hayati yang ramah lingkungan.

POC ini bisa langsung disemprotkan atau kocor untuk tanaman buah dan sayuran setelah dicampur air dengan dosis tertentu.

Jadi, yang hobi tanam-menanam dengan komposter ini bisa untuk mengurangi anggaran pembelian pupuk. Atau sama sekali tidak beli memakai pupuk buatan pabrik bila ingin budidaya tanaman yang full organik.

Penggunaan komposter ini kurang lebih tehnisnya sama untuk desa. Kalau masing-masing rumah punya malah baik, apalagi yang pekerjaannya petani. Bisa menghemat pembelian pupuk untuk usaha pertaniannya.

Bagaimana, tertarik mendirikan Bank Sampah dan membuat Komposter?

*PPL Disperta Bojonegoro.

Tag : sampah, pengelolaan sampah



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini