06:00 . Gelar Muskab, Setyawan Mubayinan Kembali Terpilih Jadi Ketua Pengkab TI Bojonegoro   |   21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |   15:00 . Suwarjono: Media Lokal saat ini Tidak Baik-baik Saja, Inilah Tantangan di Tengah Digitalisasi   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Intoleransi Agama dan Solusinya

blokbojonegoro.com | Saturday, 22 February 2020 09:00

Intoleransi Agama dan Solusinya

Oleh: Mustofa Hilmi, M.Sos.,*

Belakangan ini, masyarakat Indonesia tengah mengahadapi perbincangan nasional tentang hubungan agama dengan negara yang cukup hangat.

Peristiwa ini dipicu dari kesalahpahaman media dalam menginterpretasikan pernyataan Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi bahwa agama adalah musuh Pancasila.

Beliau telah melakukan klarifikasi bahwa maksud pernyataan tersebut adalah penggunaan agama secara sepihak dan ekstrem dapat menjadi batu ganjalan dalam mengimplementasikan ideologi bangsa.

Secara tidak langsung, hal ini dapat menyadarkan kembali pada kita akan pentingnya pemahaman tentang agama. Agama yang seyogyanya diturunkan untuk menjadi pedoman hidup dan mencapai kebahagiaan justru dapat berakibat sebaliknya.

Jika ditelisik, letak permasalahan sebenarnya bukanlah pada agama itu sendiri, melainkan bagaimana cara pemeluk agama tersebut memaknai ajaran suci di dalamnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Guru Besar Studi Agama Universitas Wake Forest AS, Charles Kimball mengatakan, bahwa memahami agama secara sempit dengan mengabaikan pendapat lain merupakan sumber dari permasalahan.

Eksklusifitas keagamaan pada akhirnya akan membawa seseorang pada klaim kebenaran yang mutlak dan satu-satunya. Menurut beliau, pemahaman ini adalah salah satu awal dari tanda-tanda kerusakan agama. Tuhan sebenarnya “hanyalah” sebutan bahasa manusia tentang ke-segala maha-an yang tidak bisa ditangkap oleh keterbatasan pikiran manusia.

Truth Claim itu merupakan pendistorsian dan pemiskinan terhadap tuhan dengan segala sifatnya yang agung. Celakanya justru dengan cara inilah sebagian orang menggunakannya untuk meniadakan kebenaran yang lain.

Pemahaman tertutup seperti ini disebabkan karena pemeluk agama yang bersangkutan meyakini bahwa kitab suci mereka memang mengajarkan demikian. Memang harus diakui, sering dijumpai teks-teks kitab suci yang berisi klaim dan kebenaran mutlak merupakan satu-satunya jalan keselamatan bagi agama yang bersangkutan.

Namun sesungguhnya untuk memahami hal tersebut, diperlukan kajian yang komprehensif. Firman Tuhan tidak cukup dibaca secara lahiriah dan mentahan. Diperlukan diskursus secara mendalam tentang hakekat makna yang sebenarnya yang diinginkan oleh sang pencipta.

Keyakinan agama yang terkunci dalam kebenaran mutlak dapat mendorong seseorang dengan mudah melihat dirinya sebagai wakilNya. Sikap seperti ini berpotensi menghasilkan tindakan destruktif atas nama agama.

Selain masalah pemahaman agama, sikap ektrimis juga dapat dipicu oleh ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan hukum. Para ahli sosiolog menyatakan bahwa faktor ekonomi juga menjadi bibit subur munculnya intoleransi dan kekerasan. Kehidupan yang serba susah, sulitnya mendapatkan pekerjaan, dan harga kebutuhan yang terus meningkat menyebabkan cara pandang seseorang menjadi pendek dan sempit. Supremasi hukum yang masih terlihat tumpul ke atas namun tajam ke bawah yang dirasakan oleh masyarakat juga menjadi faktor pendukung tersulutnya api kemarahan.

Kondisi ini sudah selayaknya memerlukan perhatian oleh para pengelola negara dan para dai agama. Pada tataran pemahaman, perlu adanya perumusan atau reunderstanding bersama dan mendalam tentang doktrin-doktrin agama tertentu seperti jihad, iman, takwa bahkan surga dan neraka sehingga memunculkan kerangka yang lebih utuh kepada masyarakat. Agamawan harus mendorong terciptanya sikap dan perilaku toleran antar sesama.

Kesediaan menerima perbedaan pemahaman, menghargai dan menghormati merupakan wujud dari sikap toleran. Menumbuhkan kesadaran pada masyarakat bahwa realitas kehidupan adalah heterogen dan multikultural. Dengan sikap ini maka akan lahir model kehidupan yang rukun dalam kemajemukan, tidak saling menghujat dan membenci serta mengkafirkan.

Sedangkan pada tataran ekonomi, perlu adanya upaya pemerintah dalam melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kondisi ekonomi yang stabil berbading lurus dengan menurunnya tingkat ekstrimisme dan intoleran masyarakat.

Jika kondisi tersebut dapat terwujud, maka masyarakat tidak akan tergoda dengan ide-ide radikal yang menjanjikan kemakmuran. Begitu pula dalam hal kepastian hukum. Ketidaktegasan pemerintah dalam menindak pelaku intoleransi kepada minoritas atau pada kelompok yang diduga menyebarkan pemahaman radikal perlu diselesaikan.

Hukum harus berdiri kokoh sesuai asas keadilan dan kesetaraan. Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu siapa pelakunya.

Pada akhirnya, persoalan penyebab intoleran dan radikalisme harus menjadi perhatian kita semua. Sinergi antara pemerintah, agamawan dan masyarakat mutlak diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang harmonis antar sesama. [*]

*Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang. Penulis merupakan alumni MA Abu Darrin Kendal Dander Bojonegoro.

Tag : agama, toleransi, intoleransi



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat