Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

#CeritaDesaKu

Cerita Mbah Pendem Desa Sidobandung Sampai Alas Purwo

blokbojonegoro.com | Saturday, 28 August 2021 19:00

Cerita Mbah Pendem Desa Sidobandung Sampai Alas Purwo

Kontributor: Rizki Nur Diansyah

blokBojonegoro.com - Desa Sidobandung yang terletak di Kecamatan Balen, Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur, berbatasan langsung dengan Desa Kemamang dan Desa Ngadiluhur.

Di Desa Sidobandung ada empat dukuh, yaitu Dukuh Grabakan, Dureg, Mekarah dan Karangturi.

Menurut cerita, awal mula Desa Sidobandung berdiri sekitar abad ke-15. Ada sebidang tanah kosong yang tidak ditumbuhi pepohonan alami seperti kayu jati kuno, dan lebarnya kurang lebih sekitar 6 sampai 7 hektar.

Menurut Kepala Desa Sidobandung, H. Sukijan, seperti cerita-cerita orang terdahulu, pada suatu hari ada fenomena alam, yaitu terdapat tumbuh-tumbuhan yang tidak mempunyai cabang, namun di puncak tumbuhan tersebut bercabang empat berbentuk sinar atau cahaya. Sinar tersebut menyebar atau membentang ke empat penjuru, yaitu ke selatan, utara, timur, dan barat.

Yang ke timur menuju Alas Purwa (Banyuwangi), kata Kades, selatan menuju Gunung Wilis (Perbatasan Nganjuk-Kediri), utara sampai ke Desa Awar-Awar (Tuban), barat sampai ke Gerowongan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Pada suatu hari, seorang raja terkejut karena heran terhadap sinar dari cabang pohon berbentuk cahaya. Karena penasaran, sang raja ingin menelusuri dari mana sumber cahaya itu berasal. Akan tetapi, dilarang oleh putrinya yang bernama Sri Sulastri yang kemudian bersedia menggantikan Ayahnya untuk mencari titik muasal sinar tersebut.

"Setelah mengantongi izin dari Baginda Raja, Sulastri meninggalkan kerajaan dengan mengendarai Macan Putih yang bisa terbang," lanjut Sukijan bercerita.

Sesampainya di Kapas (barat Proliman), langkahnya terhenti di tengah tanah gersang yang hanya ditumbuhi iles-iles. Lantas Sulastri memanggil empat orang yang datang dari masing-masing arah tersebut.

Yang datang duluan bersama cantrik namanya Raden Leksono (Resi Curiginoto) dari arah selatan. Kedua dari utara yaitu Ki Kertodono dari Awar-Awar, Tuban. Cahaya ketiga berasal dari barat bersama Lembu Suro serta dari timur bersama Mahesa Suro yang diiringi oleh Ki Dharmo Racik (Kyai Purwa Banyuwangi).

Pada keesokan harinya, setelah berkumpul berempat, Sulastri menerima lamaran dari Lembu Suro dan Mahesa Suro secara bersamaan.

Ketika Sang Putri Raja masih menentukan pilihan, terjadilah pertempuran dari dua kubu tersebut yang menyebabkan tanduk keduanya patah. Oleh Sulastri, tanduk milik Lembu Suro ditanam di tengah sawah, sedangkan tanduk Mahesa Suro diletakkan di pepohonan (sebelah Selatan SDN 2 Sidobandung) maka disana disebut 'Tlatah Sumor".

Setelah berkumpul keempat tokoh tersebut, ada sinar yang rnernanggil keempatnya. Sinar atau cahaya itu berkembang atau mekar. Oleh sebab itu, nama daerah tersebut menjadi Dusun Mekarah, yang artinya jadi berkembang atau mekar karena ada tujuan.

"Dinamakan Mekarah juga disebabkan pada waktu itu masyarakat bagian utara diarahkan untuk bersembunyi dan juga ikut berperang melawan prajurit Belanda yang datang menyerang. Sehingga disebut Dusun Mekarah karena masyarakatnya diarah-arah," ujarnya.

Pada Dusun Grabakan awal mula terjadinya yaitu ketika warganya ada masalah apa saja pasti dianggap mudah. Kemudian, Dusun Dureg yang mempunyai arti jikalau mereka keluar dari rumah, harus dapat rejeki yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lalu, dinamakan Dusun Karangturi karena dulunya banyak pohon turi yang tumbuh di kawasan tersebut.

Lanjut ke cerita, setelah itu keesokan harinya lagi masih dikagetkan fenomena alam yang timbul di sekitar daerah tersebut yaitu dengan adanya timbul dua sumur dalam semalam di Telatah Mbah Pendem (Sri Sulastri). Lalu mereka mengadakan musyawarah demi mufakat. Maka dari itu, sejak dahulu masyarakatnya tetap musyawarah, tidak ada yang mengambil keputusan sendiri.

Mereka bermusyawarah terkait, sumur yang berasal dari alam ghaib tersebut. Ada yang membuat nama Sumurbandung, ada juga yang memberi nama Sidobandung. "Mereka berempat memakai pikiran yang matang (murni) sehingga tidak menyimpulkan secara tergesa-gesa. Delegasi dari Alas Purwa Banyuwangi (Ki Dharmo Racik) mempunyai usul memberikan nama Sidobandung," papar Kades Sidobandung kepada blokBojonegoro.com.

Dari utara dan selatan masih mempertimbangkan karena keduanya meminta nama Sumurbandung, sedangkan yang dari timur dan barat setuju dengan nama Sidobandung.

Kemudian mereka membentuk musyawarah, namun mereka juga kebingungan karena mereka berempat, bukan berjumlah ganjil seperti lima. Salah satu dari mereka mengatakan seandainya berlima, maka salah satu pilihan akan lebih unggul dan bisa disimpulkan.

Akhirnya Sulastri dijadikan ketua musyawarah, kemudinn beliau meminta pertimbangan dari Alas Purwo Banyuwangi yang setuju dengan nama Sidobandung. Maka setelah musyawarah mufakat jadilah Desa Sidobandung. Kemudian sumur yang timbul dalam semalam yang terletak di selatan timur tersebut agak gatal, gatalnya disebabkan oleh pesugihan.

Namun, Ibu Sulastri tidak setuju dan kedua sumur tersebut akan ditutup. Setelah terjadinya musyawarah pemberian nama Desa Sidobandung, sumur tersebut tertutup dengan sendirinya. Oleh karena itu, sebelah selatannya SDN 2 Sidobandung, ada Ki Jogo Leksono yang bertugas menjaga tanduk lembu yang perang, kemudian terlepas dan menancap di sana.

Andaikan tanduk tersebut terguling ke selatan, orang selatan akan mengalami sakit kepala atau demam. Apabila terguling ke barat, banyak orang yang bertengkar beda pendapat. Jikalau terguling ke timur, banyak ilham atau wahyu yang diterima dari Sang Hyang Widhi. Kemudian yang terakhir, jika terguling ke utara maka banyak orang yang meninggal.

"Oleh sebab itu, adanya kejadian tersebut yang membuat Resi Curiginoto atau Ki Jogo Leksono yang dikasih kepercayaan untuk menjaga tanduk lembu supaya tetap tegak berdiri, jangan sampai goyah ke sana kemari agar tidak berakibat fatal," ujarnya.

Pada suatu hari, Ki Kertodono dari utara tidak diizinkan kembali ke Desa Awar-Awar agar tinggal di padepokan. Nama tempatnya adalah Balong Kerto yaitu pemandian hewan kerbau, meskipun hujan atau kemarau tidak pernah kering (pada waktu sekarang saja mau kering), Balong Kerto tersebut merupakan kawasan dengan kesaktian luar biasa yang menjaga agar malapetaka tidak masuk ke Desa Sidobandung.

Kemudian, utusan yang berasal dari Banyuwangi kembali ke daerahnya di Desa Sidobandung, tepatnya di sebelah timur Alas Purwa. Hal itulah yang menjadi awal mulanya Sidobandung, nama tersebut disamakan dengan desa yang ada di Banyuwangi tersebut.

Sepulau Jawa yang namanya Desa Sidobandung hanya ada dua, di timurnya Alas Purwa Banyuwangi yang terkenal misterius bahkan ada cerita dahulu pesawat tidak berani melintas di atas hutan tersebut, dan untuk Sidobandung yang satunya ada di Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

Hal tersebut yang menjadi cikal bakal Desa Sidobandung, yaitu terdiri dari cahaya-cahaya yang bertemu lalu menimbulkan syariat yang menjadikan Desa Sidobandung tersebut. Nama Desa Sidobandung tidak bisa dipisah antara Sido dan Bandung, sehingga menjadi satu kesatuan 'Sidobandung'.

"Sido artinya jadi atau dinamakan, sedangkan Bandung artinya ramai atau berkembang bersama-sama. Jadi, warga Sidobandung tersebut sejak dahulu semisal ada apa-apa tetap dimusyawarahkan secara mufakat," pungkas Sukijan mengakhiri cerita. [riz/mu]

 

 

 

Tag : cerita desa, cerita desaku, desa sidobandung, cerita desa sidobandung, desa sidobandung balen bojonegoro, keunikan cerita sidobandung



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini