Wali Kidangan Konon Merupakan Raden Keturunan Kerajaan Pajang
blokbojonegoro.com | Thursday, 14 April 2022 17:00
Reporter : Lizza Arnofia
blokBojonegoro.com - Sejarah Makam Wali Kidangan yang berada di Dusun Kidangan, Desa Sukorejo, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro, sangat menarik ditelisik konon katanya antara Makam Wali Kidangan dan asal muasal Desa Sukorejo saling berkaitan satu sama lain.
Bermula di tahun 1618 Masehi, merupakan awal mula kehancuran Kesultanan Pajang di tangan Kesultanan Mataram. Dimana Kesultanan Mataram berhasil meluluh lantakkan seluruh isi Kesultanan Pajang dan membawa penduduknya ke Mataram untuk melakukan kerja paksa.
Pada umumnya, Kerajaan Islam berdiri di sekitar wilayah pesisir utara Jawa. Namun kali ini berbeda, terdapat sebuah Kerajaan Islam yang pernah berdiri di pedalaman Jawa meski usianya singkat hanya 45 tahun. Ialah Kesultanan Pajang yang terletak di daerah Kartasura (Surakarta).
Kerajaan tersebut merupakan lanjutan dari Kesultanan Demak, seiring dengan runtuhnya Kerajaan Pajang. Maka banyak para alim dan ulama yang mengembara atau istilahnya menyendiri atau nyepi.
Karena tidak ingin diketahui identitasnya dan tak ingin lagi berurusan dengan masalah keduniawian. Hingga ada salah seorang Syekh yang bermukim di dalam hutan wilayah utara Bengawan Solo. Tepatnya di Desa Sukorejo, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro.
"Berawal dari situlah beliau menyendiri dan hanya makan dedaunan muda atau dalam masyarakat Jawa di kenal istilah tirakat poso ngidang. Beliau kesehariannya hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT semata. Seiring berjalanya waktu, akhirnya tempat tersebut dikenal dengan Dusun Kidangan," ungkap Juru Kunci Makam Wali Kidangan, Kang Sur saat mulai percakapan.
Bahkan, ada dua pemuda dari sekitar wilayah tersebut yang mengikuti beliau untuk menjadi santrinya atau dikenal dengan cantrik. Kedua pemuda datang kepada Syekh tersebut dengan membawa suatu persoalan yang sedang dialami daerah tersebut.
Antara lain persoalan tanah yang tandus dan gersangnya desa. Tetapi kedua pemuda tersebut tidak berani mengungkapkan dan hanya menggerutu dalam isi hatinya. Hingga suatu hari, Syekh tersebut tidak bisa menahan rasa empatinya kepada kedua pemuda tersebut.
"Beliau kemudian meminta agar kedua pemuda tersebut kembali lagi kepada keluarganya. Sembari berucap dalam bahasa Jawa bahwa sampean-sampean bakal seneng lan desamu tak gawe rame-rame. Maka kedua pemuda tersebut memberi nama desa tersebut dengan sebutan Desa Sukorejo," tegas pria yang akrab disapa Kang Sur.
Yang artinya Suko berati senang dan Rejo dalam bahasa Jawa berarti ramai. Bahkan, kedua pemuda tersebut akhirnya pulang ke kampung halamannya. Seiring berjalannya waktu mereka mulai merasakan suatu perubahan di kampung tersebut.
Lahan-lahan pertanian yang sebelumnya tandus berubah menjadi subur. Dan kampung tersebut mulai dihuni serta dikunjungi masyarakat dari berbagai luar daerah. "Setelah merasakan apa yang disampaikan Syekh tersebut, terbukti lah kedua pemuda menyadari bahwa orang tersebut bukanlah orang biasa. Namun dia adalah seorang wali, terbukti apa yang diucapkan telah terjadi," ucapnya.
Kemudian kedua pemuda tersebut ingin sekali mengabdi kepada Syekh tersebut, namun saat ditemui Beliau telah meninggal dunia, hal ini karena sudah di ketahui sifat kewaliannya atau istilahnya Wali Mastur.
Pada akhirnya pemuda tersebut mengikuti jejaknya dan merawat makam hingga akhir hayatnya. Sehingga pemuda tersebut juga dimakamkan tepat di sebelah barat makam Wali tersebut.
"Namun istilahnya berbeda kepala berbeda kepribadian. Bahwa santri yang satu sifatnya sangat pemurah apapun yang di minta orang selalu di beri dan dido'akan. Entah itu baik atau buruk karena berprinsip semua punya hisab dan pertanggung jawaban masing-masing. Dan yang kedua lagi senang kalau orang Kampung Sukorejo jadi pejabat atau istilahnya orang yang punya kedudukan/pangkat," imbuh Kang Sur.
Lanjut menurut Juru Kunci Makam Wali Kidangan, apabila dikaitkan dengan sejarahnya langsung. Awal mula beliau atau Syekh tersebut ber-uzla di Pesarean justru ketika runtuhnya Kerajaan Pajang.
"Sebab beliau merupakan wali mastur atau yang menyembunyikan identitas sebagai Wali maupun biografinya. Sehingga ia dijuluki sebagai wali Kidangan. Karena yang diamalkan adalah makan-makanan dedaunan muda yang di kenal orang Jawa puasa Ngidang (kidang)," tutupnya. [liz/ito]
Tag : wisata, religi, makam, wali, kidangan
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini