Memaknai Puasa sebagai Tarbiyah Diri
blokbojonegoro.com | Friday, 28 February 2025 17:00
Oleh: Usman Roin*
Tidak lama lagi, kita memasuki Ramadan 1446 Hijriah. Bulan yang sudah lama diinformasikan intensif oleh khatib di masjid dengan berbagai keistimewaan, tentu perlu kita jawab. Artinya, kita sebagai insan beriman perlu menata diri agar selama Ramadan bisa digunakan untuk mendidik (tarbiyah) diri.
Bicara tarbiyah, penulis coba mengambil etimologinya Raghib Al-Isfahany (tt: 189) dari akar kata "rabba, yarbu" yang artinya bertambah dan tumbuh. Bila kemudian dihubungkan dengan puasa yang akan kita lalui, artinya selama Ramadan kuantitas ibadah kita kudu bertambah. Dari ibadah salat wajib lima waktu, kemudian ditambah dengan ibadah sunah tarawih dan witir di malam hari.
Jika secara kuantitas memasuki Ramadan akan ada penambahan ibadah –wajib dan sunah, tentu semangat diri untuk menjalankannya harus benar-benar perlu disadari sebelum Ramadan tiba.
Bila tidak, bisa jadi dalam menjalankan kuantitas ibadah Ramadan yang bertambah dari hari-hari sebelumnya –Sya'ban, akan memunculkan kemalasan, menggerutu, dan terlihat "semangat" di awal saja. Padahal, esensi bertambahnya ibadah itu perlulah disiapkan semangatnya agar momentum satu bulan Ramadan, melahirkan pengalaman spiritual yang berbeda dari sebelumnya.
Selain ibadah mahdhah, selama bulan Ramadan kita juga perlu men-tarbiyah diri melalui ibadah ghairu mahdhah. Tarbiyah diri yang dimaksud, meminjam bahasa Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibani (1979:339) adalah usaha mengubah perilaku diri menjadi lebih baik melalui sarana edukasi berpuasa.
Alhasil, perilaku tidak terpuji sebagaimana berkata bohong (al-kidzb), buruk sangka (su' al-zhan), menggunjing orang (ghibah), beramal yang mengharap pamrih manusia (riya') dan perbuatan lain yang bisa merusak amal puasa, selayaknya untuk dihindari.
Hal itu, agar kita yang berpuasa tidak termasuk orang yang hanya mendapat lapar dan dahaga secara fisik sebagaimana riwayat an-Nasai’. Itu karena, pahala puasanya meminjam bahasa Prof. Faisal Ismail (2017:277) tereduksi nilainya menjadi hilang.
Jika demikian adanya, konsep tarbiyah dalam ibadah puasa memiliki arti luas dan dalam. Artinya, konsep tarbiyah (mendidik diri) bersifat total, integral, utuh, atau menyeluruh. Yakni, seluruh anggota tubuh kita saat berpuasa, ya harus dipuasakan lahir dan batin. Tidak secara parsial, dalam arti setengah-setengah.
Gambaran sederhananya begini, jika secara fisik kala kita berpuasa menahan untuk tidak makan, minum, dan berhubungan badan kala siang sebagaimana ketentuan agama, perlu totalitas psikis kalau boleh penulis sebut, hingga kemudian nafsu yang “menggerakkan” untuk mencuri, merusak, mengambil hak orang lain yang bukan milik kita, serta melaksanakan perilaku bohong dan seterusnya sebagaimana paparan di atas tidaklah dilakukan.
Dengan begitu, menjadi jelaslah bila ibadah puasa bertujuan membina diri jadi pribadi yang taat kepada Allah Swt dengan semangat menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Bila tujuan yang hendak diinginkan demikian, artinya ibadah puasa yang kita lakukan masuk dalam terminologi tarbiyah-nya al-Syaibani, yakni menjadikan pribadi lebih baik.
Pribadi Humanis
Setelah men-tarbiyah diri secara utuh menjadi pribadi lebih baik guna menjadi insan bertakwa sebagaimana surah al-Baqarah [2]:183, ibadah puasa yang kita lakukan juga berpotensi melahirkan pribadi humanis.
Artinya, keberadaan kita yang berpuasa mendidik untuk tidak berperilaku meluapkan kata-kata kotor, mengganggu orang lain, memprovokasi, merusak serta jenis perbuatan negatif lainnya agar terwujud ketertiban sosial.
Bila ketertiban sosial terwujud, tarbiyah diri melalui puasa yang dilakukan saat Ramadan, secara fungsional juga akan menjadi penyangga strategis tata kelola kerukunan antar warga, agama, dan masyarakat baik di Desa-Kota, Indonesia maupun dunia, untuk saling memanusiakan (humanis).
Akhirnya, selamat men-tarbiyah diri dengan semangat menjalankan puasa, agar selain menjadi pribadi bertakwa juga terlahir pribadi humanis yang saling mendambakan dan memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik bersama-sama. Amin ya rabbal 'alamin.
*Penulis adalah Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri.
Tag : Usman Roin
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini
No comments