Serpihan Agresi Militer Belanda II di Tuban-Bojonegoro (14)
Letda Soetjipto, Mimpi Buruk Pasukan Belanda di Mondokan
blokbojonegoro.com | Thursday, 17 August 2017 12:00
Letda Soetjipto, namanya diabadikan di sebuah patung dan jalan di sisi barat kota Tuban. Jalan dan tempat patung itu berdiri, dulunya adalah medan pertempuran yang menjadi saksi tangkasnya pasukan Letda Soetjipto mempermainkan pasukan Belanda yang bersenjata lebih canggih.
Reporter: Edy Purnomo
blokBojonegoro.com – Letda Soetjipto bersama pasukannya selama Agresi Militer II di Tuban-Bojonegoro lebih banyak diposisikan di sisi utara Bengawan Solo. Pasukan ini berada di bawah komando Letkol Soedirman, yang merupakan komandan Resimen XXX, Brigade Ronggolawe yang bermarkas pusat di Kabupaten Bojonegoro.
Sejak kedatangannya pada 18 Desember 1948, posisi Belanda semakin kuat dan terus berusaha memperluas wilayah kekuasaan. Para serdadu itu juga mengincar pusat kepemerintahan Tuban yang terus berpindah-pindah, dari pusat kota ke willayah Semanding, kemudian ke Montong dan terakhir di Kecamatan Jatirogo.
[Baca juga: Panik, Tembakan Musuh dan Lawan Sulit Dikenal ]
Letda Soetjipto, menerima perintah untuk menggeser pasukannya pada 6 Januari 1949. Dari kedudukannya awal di Saringembat, Singgahan, dia mempersiapkan dua regu pasukan untuk menyertainya. Setelah melakukan persiapan seperlunya pasukan itu langsung berangkat ke Tuban.
Malam pertama pasukan ini menginap di sekitar Jojogan, Singgahan dan baru melanjutkan perjalan esok harinya. Kemudian di malam kedua pasukan beristirahat di Montong dan langsung meneruskan perjalanan sampai di Merakurak tanggal 9 Januari 1949.
Pagi itu, cuaca berawan dengan rintik hujan, pada 9 Januari 1949, dari Merakurak pasukan ini bergerak ke timur dengan dua penunjuk jalan, Joko Basuki dan Suwondo.
“Kira-kira pukul 10.00, pasukan ini sudah sampai di Mondokan,” Panitia Penyusunan Sejarah Brigade Ronggolawe, Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe:1985.
Sejenak beristirahat, pasukan Letda Soetjipto melihat beberapa orang berlari menuju ke arah Mondokan. Ternyata ada sepasukan Belanda dari sisi timur Mondokan.
Para gerilya langsung mempersiapkan senjata. Saat itu dua pasukan yang dibawa Letda Soetjipto masing-masing adalah regu pimpinan Sidiq dan regu pimpinan Jaenuri.
“Sucipto langsung memerintahkan pasukan berhenti dan membuat pertahanan di tegalan/kebun yang berada di sisi selatan jalan.”
Selain mempersiapkan posisi penyerangan, pasukan juga memberi rintangan di tengah jalan untuk menghambat laju kendaraan musuh.
Remang dan semakin terang, sepasukan serdadu Belanda dengan kendaraan truk masuk ke wilayah Desa Mondokan dari arah timur. Sekitar 100 meter dari tempat persembunyian pasukan gerilyawan, kendaraan serdadu Belanda berjalan melambat karena menghindari rintangan jalan.
Di jarak 75 meter, kendaraan benar-benar bergerak lambat. Waktu yang tepat buat Letda Soetjipto memberikan aba-aba penyerangan. Peluru dimuntahkan dari senjata rampasan yang dibawa pejuang dan membuat pasukan Belanda kalang kabut.
Namun, serdadu Belanda yang dibawa ke Indonesia adalah prajurit terlatih dengan persenjataan yang lebih canggih. Mereka melakukan perlawanan dengan membalas tembakan tempat pasukan gerilyawan berada. Baku tembak terjadi selama beberapa menit, karena pasukan Letda Soetjipto lebih siap dan mempunyai semangat juang tinggi, akhirnya sepasukan serdadu itu lari ke arah timur sambil membawa teman-temannya yang terluka.
“Pasukan Letda Soetjipto selamat dan korban banyak di pihak Belanda,” Dewan Harian Cabang 45, Riwayat Singkat Letda Soetjipto.
Di buku Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe:1985, disebutkan Letda Soetjipto dan pasukannya langsung menghampiri truk yang ditinggalkan Belanda. Sebelum dibakar, truk itu terlihat banyak darah berceceran yang diduga berasal dari tubuh pasukan Belanda.
Pertempuran di Mondokan tidak sampai di situ, pasukan Belanda yang melarikan diri langsung memanggil bantuan dari pusat Pos Belanda yang ada di sekitaran alun-alun Tuban. Rombongan serdadu dengan pasukan lebih besar dan alat lebih lengkap langsung menuju ke area pertempuran untuk mencari pasukan penghadang.
Sementara Letda Soetjipto, setelah merusak dan membakar truk langsung memerintahkan pasukannya mundur. Pasukan Belanda yang marah karena regu gerilyawan tidak ditemukan, menembakan senjata mortilnya di tempat-tempat yang diduga menjadi tempat persembunyian pejuang. Naas, saat itulah dua penunjuk jalan, Joko Basuki dan Suwondo terkena peluru mortil dan mengalami luka cukup keras.
“Setelah pasukan bantuan Belanda kembali dan Mondokan aman, dua orang korban itu langsung dibawa ke rumah perawatan darurat di Tlogonongko,” Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe:1985.
Usai mengungsikan dua korban, pasukan Letda Soetjipto kembali ke Merakurak. Bersama ODM Merakurak, Letnan Muda Koewat, pasukan ini memikirkan bagaimana agar Belanda tidak mudah masuk ke wilayah barat Kabupaten Tuban.
Pemikiran itu diwujudkan dengan membuka pos-pos pertahanan dan juga jebakan-jebakan di tengah jalan antara Tuban-Merakurak-Montong. Itu dilakukan karena jumlah personil pasukan gerilya terbatas. Selama Agresi militer ke II pasukan Letda Soetjipto sering melakukan gangguan kepada pasukan Belanda, terkenal berani dan cerdik mengatur siasat.
Mereka juga membentuk pos pertahanan di wilayah Koro, Merakurak. Pos pertahanan Koro ini kelak difungsikan sebagai tempat melakukan penghadangan dan mengganggu iring-iringan pasukan Belanda yang bergerak menuju wilayah Montong yang masih menjadi pusat pemerintahan Tuban. [pur/ito]
Sumber:
1. Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe:1985.
2. Dewan Harian Cabang 45, Riwayat Singkat Letda Soetjipto.
Keterangan foto:
1. Foto Letda Soetjipto, sumber: buku Pengabdian Selama Perang Kemerdekaan Bersama Brigade Ronggolawe.
2. Bundaran Patung Letda Soetjipto
Tag : agresi, militer, belanda
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini