Membaca Peta Pilkada Bojonegoro
blokbojonegoro.com | Monday, 15 January 2018 12:00
Ichwan Arifin*
blokBojonegoro.com - Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro memasuki tahap pendaftaran pasangan calon (Paslon). Saat ini, terdapat 4 paslon mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Bojonegoro, yaitu: 1. Mahfudhoh Suyoto-Kuswiyanto (MK) dengan kendaraan PAN, Partai Nasdem dan Partai Hanura, 2. Anna Muawannah-Budi Irawanto (Anna-Wawan) partai pengusung PKB dan PDIP, 3. Soehadi Moelyono-Mitroatin (Moelyo Atine) diusung Partai Demokrat dan Partai Golkar, 4. Basuki-Pudji Dewanto (Basudewo) dimajukan oleh PPP dan Partai Gerindra.
Kompetisi diprediksikan ketat. Konfigurasi kekuatan jika dilihat dari perolehan suara partai pengusung pada pemilu legislatif (Pileg) 2014 cukup seimbang. Golkar dan Demokrat (190.825 – 14 kursi), PDIP dan PKB (163.379 – 11 kursi), PPP dan Gerindra (144.200 – 10 kursi), PAN, Nasdem dan Hanura (191.977 – 10 kursi). Namun, peta tersebut tidak menggambarkan kondisi terkini, selain itu, Pileg nuansanya berbeda dengan Pilkada.
Preferensi pilihan politik rakyat tidak selalu sama dengan partai politik. Banyak faktor berpengaruh, diantaranya; daya tarik individu paslon, kerja politik struktur partai, tim sukses, sentimen emosional pada kandidat/tim sukses dan sebagainya.
Ceruk Suara
Perebutan suara dari ceruk sama, serta penggunaan isu sentimen emosional tetap akan terjadi. Misalnya, suara birokrasi dan jejaringnya jadi ceruk strategis. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkab Bojonegoro sekitar 9.500 orang. Jumlah itu belum termasuk kepala desa dan perangkatnya.
Paslon yang konfiden dapat dukungan birokrasi adalah Moelyo Atine. Soehadi Moelyono, dengan pengalaman panjang di birokrasi, berkarir dari bawah hingga menjabat Sekretaris Daerah, punya pengaruh signifikan. Basudewo tentu akan melakukan hal sama melalui mantan Kepala Dinas Perdagangan Basuki. Sedangkan MK berharap, jejak 10 tahun kepemimpinan Bupati Suyoto dapat meraih simpati birokrasi melalui Mahfudhoh Suyoto. Anna-Wawan diprediksikan sulit dapat suara dari sini, karena keduanya belum pernah menjadi bagian birokrasi di Bojonegoro, namun belum tentu tidak mendapat dukungan PNS.
Ceruk suara lain jadi rebutan adalah basis massa Ormas seperti; Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Tiga paslon dipastikan akan berebut suara Kaum Nahdliyin. Anna Muawanah diharapkan menarik suara Nahdliyin karena pernah menjabat pengurus PP Muslimat, dan mantan Ketua Umum PPKB. Basuki, pengurus Tanfidziah PC NU, sehingga berpotensi dapat dukungan Nadhliyin. Disisi lain, sebagian suara dapat berlabuh ke Mitroatin yang dikenal juga sebagai keluarga besar NU. MK sulit mendapatkan limpahan suara. Namun sebaliknya, berpotensi besar memperoleh dukungan solid dari Muhammadiyah yang diperkirakan tidak terpecah seperti suara NU.
Kelompok lain yang berpengaruh adalah pengusaha. Mereka punya kepentingan stabilitas politik lokal dan pergantian penguasa tidak mengganggu bisnis. Dukungan kelompok ini cukup signifikan, terutama mobilisasi dana. Meskipun tanpa “politik uang”, biaya pilkada tetap mahal. Sumbangan pengusaha dapat menutup pendanaan. Pasal 74 UU No. 10 Tahun 2016 mengatur sumbangan dana kampanye. Yaitu, sumbangan perorangan maksimal Rp75 juta, dan badan hukum swasta maksimal Rp750 juta. Namun dalam pelaksanaannya sulit diawasi.
Jejak dukungan pengusaha akan terlihat samar-samar. Afiliasi organisasi pengusaha seperti KADIN, HIPMI dan sebagainya memiliki “nature politik” berbeda ormas non pengusaha. Faktor penentu dukungan lebih banyak kedekatan personal Paslon dengan masing-masing pengusaha.
MK seharusnya dapat memprediksikan basis dukungan lebih awal. Khususnya, dari pengusaha yang dapat kemudahan berbisnis selama kepemimpinan Suyoto. Namun calon lain juga punya potensi sama, misalnya: Basuki, dikenal dekat dengan pebisnis. Anna Muawanah, selain anggota DPR RI sekaligus juga pengusaha. Moelyo Atine akan berebut pengaruh dengan MK, mengingat keduanya memiliki “jualan” sama di mata pengusaha.
Isu
Isu kampanye diprediksikan tidak jauh berbeda antar Paslon dan bersifat normatif. Misalnya, melanjutkan kemajuan pemerintahan sekarang dan memperbaiki kekurangannya, pengentasan rakyat miskin, pembangunan infrastruktur dan hal normatif lainnya. Isu pembeda mungkin hanya soal dana abadi migas, jika PDIP konsisten dengan penolakannya.
MK dan Moelyo Atine memiliki “produk kampanye” relatif sama karena menjadi bagian pemerintahan Suyoto. Basuki dalam skala lebih kecil juga sama. Artinya, prestasi Pemkab saat ini dapat dikapitalisasi oleh Paslon tersebut. Sebaliknya, karena menjadi bagian masa lalu, maka mudah dikritik. Pendukung Anna-Wawan menyampaikan, hanya Paslon ini yang bukan bagian dari masa lalu. Klaim itu juga tidak sepenuhnya tepat. Wawan sebagai anggota DPRD berkontribusi juga dalam perumusan kebijakan seperti perumusan Perda, APBD dan pengawasan kinerja eksekutif.
Isu lainnya adalah asli atau pendatang. Dari 4 paslon, yang mengusung isu ini hanya Basudewo. Mungkin “laku” di pemilih emosional, namun tidak berpengaruh pada pemilih rasional. Ditingkat massa, pemilih pragmatis yang preferensi pilihan politiknya dipengaruhi uang juga banyak. Swing voter juga banyak, dapat berubah pada menit akhir. Hal lainnya, tidak semua partai dapat menggerakkan struktur dan kadernya. Terutama yang memiliki perbedaan tajam internal, terjadi pergantian kepemimpinan dan konflik internal.
Jadi, konfigurasi suara sangat dinamis. Uraian ini adalah pembacaan awal. Setiap orang punya otonomi sendiri untuk menentukan pilihan. Bagi rakyat Bojonegoro, “kata kuncinya” adalah menjadi pemilih cerdas untuk menentukan siapa yang akan diberi mandat kekuasaan 5 tahun kedepan. [mad]
*Magister of Science Undip Semarang, bekerja di Bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini