Hedonisme dan Pertaruhan Kredibilitas KPK
blokbojonegoro.com | Monday, 06 July 2020 13:00
Oleh : Fini Siswandari*
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang mendapatkan sorotan dari banyak pihak. Pasalnya, lembaga yang didirikan pada pada tahun 2002 ini diharapkan mampu menjadi ujung tombak pemberantasan kasus dan tindak pidana korupsi di Indonesia. Akan tetapi, saat ini KPK sedang menghadapi masalah, yaitu terkait dengan perilaku ketuanya Firli Bahuri yang banyak mengundang kontroversi. Salah satunya adalah dianggap memiliki gaya hidup hedonisme. Sekedar kita ketahui bersama, hedonisme merupakan ajaran atau pandangan hidup yang mengajarkan bahwa kesenangan atau kenikmatan adalah merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia, atau dengan kata lain hedonisme merupakan pola hidup mewah yang hanya menuruti kesenangan seseorang. Beberapa waktu yang lalu ketua KPK terlihat menunjukkan “kelasnya” dengan cara menggunakan helikopter mewah hanya untuk pulang kampung ke Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Banyak pihak menuding bahwa apa yang dilakukan oleh ketua KPK tersebut terlalu berlebihan dan melanggar kode etik di KPK, di mana dalam tubuh KPK ada kode etik dan pedoman perilaku untuk para anggotanya dan apa yang telah dilakukan oleh ketua KPK ini jelas betentangan dengan poin integritas No.27 yang berisi larangan bagi insan KPK untuk bergaya hidup hedonisme. Mengapa seorang anggota KPK harus memiliki integritas tersebut? Mengingat lembaga ini adalah lembaga anti rasuah dan bertugas membrantas tindak pidana korupsi, maka seluruh jajarannya juga harus bersih dari segala hal yang berbau korupsi. Selama ini telah tertanam mindset di kalangan masyarakat bahwa koruptor adalah orang yang menyalahgunakan dana atau anggaran untuk kepentingan pribadinya, dan mereka ini biasanya sangat kental dengan kebiasaan atau gaya hidup mewah. Oleh karena itu jika ada anggota KPK yang memiliki gaya hidup yang mewah maka jelas akan bertolak belakang dengan tugas pokok mereka untuk memberantas korupsi dan menyelamatkan aset-aset negara. Selain itu, jika seorang insan KPK bergaya hidup mewah, maka akan muncul pertanyaan dari masyarakat, jangan-jangan itu hasil korupsi, jangan-jangan fasilitas mewah itu diberikan oleh pengusaha yang sedang memiliki kepentingan terhadap KPK, jangan-jangan semua itu berasal dari tersangka yang sedang dalam penyidikan KPK, atau jangan-jangan,…. nah di sinilah akan muncul banyak sekali asumsi dan istilah “jangan-jangan” di kalangan masyarakat.
Memang negara kita adalah negara hukum yang menerapkan asas praduga tak bersalah, sehingga istilah jangan-jangan itu tidak dibenarkan sama sekali di mata hukum. Tapi satu hal yang harus disadari bahwa, ketika seseorang telah menetapkan hati dan pilihan untuk menjadi seorang anggota KPK, maka sudah seharusnya seseorang tersebut menyadari sepenuhnya bahwa ia akan mengemban pekerjaan atau jabatan yang memiliki nilai dan unsur tanggung jawab moral yang tinggi kepada seluruh masyarakat Indonesia, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa kita dan seluruh masyarakat Indonesia sudah lama merasa jengah terhadap maraknya kasus korupsi yang sudah sangat sering terjadi dan seolah-olah sudah mengakar kuat dan membudaya di negeri ini, sehingga semenjak awal berdirinya masyarakat menaruh harapan besar kepada KPK untuk bisa memberantas perkara korupsi di Indonesia. Jangan sampai harapan dan kepercayaan masyarakat yang begitu besar terhadap KPK rusak hanya karena gaya hidup mewah yang menuruti kesenangan semata, dan perilaku yang suka berfoya-foya dari satu atau dua oknum yang ada di tubuh KPK. Sebaliknya para anggota dan seluruh insan KPK harus bisa memberikan suri tauladan kepada masyarakat dengan cara memperlihatkan perilaku yang jujur, tidak menganut atau memiliki pola hidup yang mewah dan berlebihan serta menunjukkan dedikasinya untuk memberantas praktik tindak pidana korupsi di Indonesia. Dengan begitu maka dukungan dan kepercayaan dari seluruh masyarakat Indonesia terhadap lembaga yang satu ini akan tetap terjaga.
Menyikapi apa yang telah terjadi beberapa waktu yang lalu, saat ini di kalangan masyarakat luas banyak yang mulai meragukan kinerja KPK, masyarakat juga mulai meragukan kejujuran dan integritas lembaga ini terhadap misi pemberantasan korupsi. Indikasi ini terlihat dari banyaknya suara-suara sumbang dari masyarakat yang menuntut ketua KPK saat ini untuk mundur dari jabatannya. Jelas masyarakat sangat kecewa dan tidak setuju dengan pola hidup hedonisme yang diterapkan oleh ketua KPK. Semoga hal ini menjadikan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berwenang atau dalam hal ini adalah Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk mengurus dan menindaklanjuti permaslahan ini. Sedangkan bagi ketua KPK sendiri, setelah terjadi permasalahan ini hendaknya segera melakukan instropeksi diri dan menyadari bahwa apa yang telah diperbuat adalah bertentangan aturan dan kode etik yang berlaku dalam tubuh KPK. Jangan sampai kepercayaan masyarakat dan kredibilitas KPK menurun hanya karena hal-hal kecil yang seharusnya tidak terjadi. Teruslah berjuang dan semangat KPK untuk memberantas permasalahan dan tindak pidana korupsi di Indonesia.
*Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Sugihwaras, Bojonegoro
Tag : Kpk, gaya, hidup, Hedonisme
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini