Awas...! Program BPNT di Bojonegoro Jadi 'Bancaan' Mafia
blokbojonegoro.com | Thursday, 03 September 2020 14:00
Reporter: M. Yazid
blokBojonegoro.com - Realisasi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial RI di Kabupaten Bojonegoro dijadikan 'Bancaan' para mafia yang menangani program tersebut. Dugaan tersebut diketahui, setelah Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (LBH AKAR) Kabupaten Bojonegoro melakukan investigasi dan survey di lapangan.
Padahal program bantuan sosial pangan sebelumnya merupakan Subsidi Beras Sejahtera (Rastra), dan mulai ditransformasikan menjadi BPNT pada tahun 2017 di 44 kota terpilih. Selanjutnya, pada tahun 2018 program Subsidi Rastra secara menyeluruh ditransformasi menjadi program Bantuan Sosial Pangan yang disalurkan melalui skema nontunai dan Bansos Rastra.
Pada akhir 2019, program Bantuan Sosial Pangan di seluruh kabupaten/kota dilaksanakan dengan skema nontunai atau BPNT. Hingga pada tahun 2020, program BPNT yang telah dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia tersebut dikembangkan menjadi program sembako dalam rangka mewujudkan penguatan perlindungan sosial dan meningkatkan efektivitas program bantuan sosial pangan.
Dari hasil investigasi, ketua LBH AKAR Kabupaten Bojonegoro, Anam Warsito menuturkan, sudah melakukan investigasi dibawah kepada penerima manfaat, hasilnya ditemukan banyak indikasi permasalahan penyaluran BPNT yang diterima KPM (Keluarga Penerima Manfaat).
"Carut marut program BPNT menjadi fenomena, masih banyak pelanggaran dilapangan. TKSK tidak bisa menjadi suplayer BPNT, tapi TKSK yang merekomendasikan suplayer dan pendistribusiannya menjadi bancaan mafia dan sangat merugikan KPM," tuturnya, Kamis (3/9/2020).
Dijelaskan, mulai Maret 2020 komuditi yang terbagi kepada KPM sebesar Rp 200 ribu pada program sembako Bansos, dengan komuditi beras, daging, buah, telur dan tempe. Untuk beras, daging dan buah suplyer ditetapkan Dinas Sosial Kabupaten, sedangkan telur dan tempe ditetapkan kecamatan (TKSK).
"Daging yang dibagikan kecil, berasnya banyak menir, buah maupun tempe yang dibagikan tidak tahan lama (mendekati busuk/rusak)," jelasnya.
Penentuan suplayer tersebut lanjut Anam, menjadi 'bancaan' mafia BPNT. Pasalnya beras harga ke KPM Rp 9.450 perkilogram, namun harga dari suplayer ke agen Rp 9.200, jika beras yang dibagikan 15 kilogram keuntungannya Rp 3.750 dari Rp 250 perkilogramnya setiap KPM.
"Belum lagi komoditi yang lainnya, keuntungannya besar dan sangat merugikan KPM. Keuntungan dibagi-bagikan dari tingkat desa, kecamatan dan kabupaten," terang Anam.
Menurut Anam, Program BPNT sudah diatur dalam Permensos nomor 20 tahun 2019 tentang penyerahan bantuan pangan non tunai, bagaimana pendustribusian, pelaksana dan komponen pengawasan diatur dalam peraturan tersebut. Seperti keberadaan E-Warung sudah diatur dalam Pasal 10 ayat 1 dan 3, contohnya E-warung itu kelompok usaha bersama dan non kelompok usaha bersama seperti usaha mikro, toko klontong, usaha eceran, bank agen dan pasar tradisional.
"E-Warung tidak disebutkan di balaidesa atau rumah pribadi yang tidak ada tempat usaha. Namun kenyataanya pembagian BPNT ada yang dibalaidesa," pungkasnya. [zid/ito]
Tag : bpnt, bojonegoro, kpm
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini