Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Sepanjang 2021, Perkara Nikah Anak di PA Capai 608 Kasus

blokbojonegoro.com | Monday, 27 December 2021 15:00

Sepanjang 2021, Perkara Nikah Anak di PA Capai 608 Kasus Panitera Pengadilan Agama, Sholikin Jamik. (blokbojonegoro.com/Rizky)

 

Reporter : Rizki Nur Diansyah

blokBojonegoro.com - Nikah paksa usia dini atau di bawah umur merupakan problem yang sampai saat ini belum bisa terselesaikan. Bahkan, setiap tahunnya ada lonjakan perkara anak nikah di bawah umur yang masuk dalam Pengadilan Agama (PA), Kabupaten Bojonegoro.

Perlu diketahui bahwa, secara hukum tidak ada pernikahan terpaksa, jadi harus ada unsur suka sama suka di antara kedua mempelai, kalaupun ada unsur keterpaksaan, bisa dibilang pernikahan tersebut batal atau tidak sah secara hukum.

Panitera Pengadilan Agama, Kabupaten Bojonegoro, Sholikin Jamik mengatakan, pernikahan paksa di sini adalah pengertian lain bagi pernikahan dini atau pernikahan anak di bawah umur. Sesuai ketentuan yang ada, berdasarkan Undang-Undang nomor 16 tahun 3019, batas usia diperbolehkan menikah adalah anak dengan minimal umur 19 tahun. Jika umur di bawah ketentuan tersebut, maka pernikahan bisa dilakukan dengan pengajuan dispensasi nikah (Diska) dan persetujuan PA.

Tahun 2021 ini, jumlah pengajuan perkara Diska di Bojonegoro hingga tanggal 24 Desember mencapai 608 perkara.

"Dipaksa disini artinya yaitu, orang tuanya sudah merasa risih, lantaran keduanya sudah tidak bisa dinasehati, kemana-mana selalu berduaan, sudah tidak bisa dipisahkan dan banyak melanggar norma susila dan keagamaan," kata Sholikin.

Maka agar tidak terjadi proses melanggar hukum yang berikutnya semacam perzinaan, lalu kedua orang tuanya langsung menikahkan. Tetapi, memaksanya orang tua disini bukan karena faktor suka dengan tidak suka, tetapi agar keduanya itu cepat untuk sah menurut agama dan hukum.

Selain itu, ada beberapa faktor lagi penyebab anak dipaksa untuk menikah, seperti tingkat pendidikanya rendah dan ekonomi nya rendah. "Bisa kita lihat dalam datanya, bahwa perkara perkawinan dipaksa, tertinggi itu pendidikannya masih tingkat SLTP, yaitu mencapai 315 anak," ujarnya.

Bahkan, ada juga yang pendidikanya baru sampai tamat SD/Sederajat, sebanyak 83 anak dan yang paling mengenaskan ada juga yang tidak sekolah, setidaknya ada 8 anak yang sudah menikah dan tidak berpendidikan.

Dari 608 pasangan tersebut, yang tertinggi itu berusia 18 tahun, ada 295 anak, 17 tahun ada 181 anak,16 tahun ada 91 anak, 15 tahun ada 30 anak, 14 tahun ada 8 anak dan yang paling parah ada yang masih usia 13 tahun, itu sedikitnya ada 3 anak.

"Dan ternyata, yang paling miris dari 608 anak itu, setidaknya ada 448 anak yang belum bekerja dan mereka itu menikah bisa dikatakan dewasa secara biologi. Namun, belum dewasa secara ekonomi dan itu akan mendampak pada problem sosial," lanjut Sholikin

Dari sini, Sholikin mengatakan bahwa Kabupaten Bojonegoro layak untuk mendapatkan prioritas. Karena, setiap tahun perkara anak di bawah umur yang menikah itu bukan semakin menurun, tetapi, semakin melonjak setiap tahunya.

Pihaknya mengatakan, masalah ini adalah masalah sosial dan menjadi tanggungjawab bersama sama, baik dari sisi ulama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan terutama dari pemerintahnya.

"Problem ini, problem utamanya yaitu kebodohan dan kemiskinan, maka saya berharap di Kabupaten Bojonegoro ini wajib minimal lulusan tingkat SLTA dan belajar 12 tahun itu wajib untuk diterapkan, jika ada yang tidak mampu untuk pendidikan, negara ini harus hadir dan menangani ketidakmampuan untuk pendidikan itu," ujarnya.

Jika, semua itu terlaksana dan rata-rata pada menikah di atas 19 tahun, kemungkinan besar kedepan perkara Diska di Kabupaten Bojonegoro ini, lama kelamaan pasti akan terkikis bahkan sampai hilang. [riz/lis]

 

Tag : Nikah, anak, Diska, pengadilan



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini