Kampus dan Spirit Uswah Literasi
blokbojonegoro.com | Thursday, 03 February 2022 18:00
Oleh: Usman Roin *
blokBojonegoro.com - MEMBACA-haruslah menjadi spirit warga kampus. Jangan sampai di kampus, membaca menjadi sesuatu yang langka bin asing, segelintir saja yang hobi, hingga nihil gerakan literasi baik dosen, tendik, dan mahasiswa. Bicara dosen, sebagaimana UU 14 Tahun 2005, pasal 3, adalah tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang mafhum disebut PT. Tentu, update keilmuannya perlu selalu dilakukan melaui aktifitas membaca berbuah transformasi pembelajaran yang sarat akan makna.
Penegasan tersebut, sejalan dengan pemikiran apik Prof. Dr. Oemar Hamalik (2008:122), bila ada dosen cinta meng-update keilmuannya -upgrade spesialisasi pengetahuan serta ditopang dengan pengetahuan umum- kala pembelajaran berlangsung akan terasa beda, unik, dan menjadi motivasi mahasiswa kembali bergairah belajar.
Harapan di atas, tentu akan terwujud bila dosen banyak membaca. Terlebih, membaca bagi dosen harus menjadi kebiasaan. Dosen perlu sadar, pengetahuan yang akan diajarkan memiliki relevansi terhadap kedangkalan hingga kedalaman pemahaman capaian akhir keilmuan mahasiswa.
Selain itu, dosen yang sregep atau demen membaca, tentu akan memiliki kekayaan pengetahuan yang melimpah ruah. Di samping itu, ia juga terbuka dengan pengetahuan yang belum dimiliki dan dikuasai. Bahkan, rasa haus new knowledge menjadi ciri khasnya. Oleh karenanya, semangat melakuan akselerasi pengetahuan melalui aktifitas membaca, menelaah, meneliti, perlu menjadi spirit para dosen, agar lekas setara antar sesama pendidik dan mampu terdepan menjawab kontekstualisasi zaman.
Tentu, prototipe dosen yang doyan membaca, keberadaannya akan menginspirasi, dan menjadi uswah mahasiswanya untuk cinta membaca. Apalagi, dalam pandangan Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA., (2010:18), dosen yang demikian mampu menjadi penyadar dan pencerah secara batiniah, kemudian memunculkan kesadaran berubahnya orang lain -mahasiswa dan civitas kampus- berpredikat baik sebagai wujud hasil pengetahuan yang diserap dari membaca.
Terkait membaca sendiri, terminologi kekinian bagi penulis tidaklah sebatas pada teks kertas jilid berbentuk buku, jurnal, diktat, dan lainnya. Tetapi, bisa pula berbentuk digital mulai dari e-book, e-jurnal, e-paper koran, e-majalah, dan lain sebagainya.
Pada paper teks, saat di kampus, kebiasaan membaca, meneliti, bisa dilakukan melalui perpustakaan. Terlebih, membaca di perpustakaan itu memiliki aura berbeda, yakni semangat membaca satu buku, memunculkan semangat mengumpulkan, membandingkan dengan buku-buku pengarang berbeda yang berjejer di rak. Apalagi di barat, menurut Prof. Masdar Hilmy (2016:14), perpustakaan telah dijadikan center of excellence, tempat yang menarik minat mahasiswa dari learning-oriented kepada research-oriented.
Membaca paper teks, hakikatnya bisa dilakukan oleh dosen di manapun tempatnya. Di ruang dosen, area taman, hingga meja dan kursi tempat tunggu. Selain itu, juga bisa dilakukan saat makan atau ngopi di kantin, sebagai ikhtiar agar membaca menjadi budaya warga kampus. Bila perilaku dosen sudah seperti itu, nyatalah uswah membaca bagi mahasiswa. Mereka tidak perlu jauh-jauh mencari duta baca karena keberadaannya sudah tampak di depan mata. Dan bila itu dilakukan bersama-sama (civitas akademika), psikologis saling membudayakan baca akan cepat dan kuat terwujud secara masif menuju iklim research-oriented.
Elektronik Teks
Pada elektronik teks, membaca bisa dilakukan lewat laptop, gadget, dan sejenisnya. Hanya saja, masih tersimpul, bila kita membaca e-teks, orang lain menganggap kita tidak melakukan aktifitas membaca e-book, e-jurnal dan lainnya. Konotasinya lebih kepada membaca pesan medsos mulai dari WhatsApp, Instagram, Telegram, Facebook, Twitter dan lainnya. Tentu, untuk menyakinkan orang lain bahwa dosen melakukan aktifitas membaca e-teks, ekspresi kesungguh membaca akan menyimpulkan keyakinan cara orang lain memandang.
Dengan lebih serius memelototi gadget, ditambah jari hanya mengusap ke atas dan ke bawah, hingga membesarkan e-teks yang dibaca, itu satu bentuk mudah mendeteksi aktifitas sedang membaca. Terlebih, bila kemudian teks bacaan elektronik (e-teks) tersebut diinformasikan kepada yang bertanya, atau diperlihatkan, tentu akan menyakinkan orang lain bahwa membaca via elektronik juga bisa intensif dilakukan dengan durasi pandangan yang perlu diatur. Tujuannya, agar mata tidak cepat lelah oleh radiasi.
Akhirnya, membaca baik melalui paper teks ataupun elektronik teks di kampus perlu dilakukan masif agar segera terwujud iklim literasi. Luarannya, temuan riset akademik jadi meningkat produknya sebagai upaya menjawab realitas problematika yang membutuhkan solusi genting bagaimana penyelesaiannya. Semoga, renungan kecil ini bermanfaat untuk semangat memajukan literasi di kampus.
* Penulis adalah Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah dan anggota LPPM UNUGIRI Bojonegoro.
Tag : kampus, spririt, uswah, literasi
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini