22:00 . Polisi Mulai Selidiki Dugaan Pungli Rp380 Juta di RSUD Bojonegoro   |   19:00 . Bojonegoro Wastra Batik Festival 2025 Segera Digelar: Pamerkan Batik Tradisional hingga Modern   |   15:00 . Koramil Kepohbaru Bojonegoro Gelar Donor Darah, Wujud Kepedulian terhadap Kesehatan Masyarakat   |   13:00 . Sinergi Zona 11 dan 12, Dorong Ekonomi Desa Lewat GAYATRI   |   20:00 . Dosen UNUGIRI Prodi BSA Kenalkan Metode AR Kubus Pada Guru Bahasa Arab Naungan LP Ma'arif Bojonegoro   |   13:00 . Puluhan Pelatih Bojonegoro Lolos Lisensi PSSI, Siap Tingkatkan Pembinaan Usia Dini   |   21:00 . Makam Raden Citro Yudho Tetap Utuh, Meski Bangunan dan Tanah Longsor   |   21:00 . Kondisi Megaproyek Tebing Rp40 M di Bojonegoro Makin Parah, Belum Ada Perbaikan   |   20:00 . RSUD Klarifikasi Kedua Belah Pihak, Kasus Dugaan Pungli Diproses Sesuai Ketentuan Hukum   |   19:00 . Silaturahim ke Attanwir, Direktur Diktis Kemenag RI Dukung Pengembangan PT di Bawah Naungan Pesantren   |   18:00 . Dari Dapur ke Dunia Sastra: Siswa Kuliner SMKN 1 Bojonegoro Raih Prestasi Nasional   |   17:00 . RSUD Bojonegoro Tegaskan Dugaan Pungli Oknum Pegawai Bukan Tanggung Jawab Institusi   |   10:00 . 100 Hari Kerja Bupati-Wabup Bojonegoro: Menyalakan Optimisme Mewujudkan Bojonegoro Bahagia dan Membanggakan   |   09:00 . Dugaan Pungli Loloskan PNS, Komisi C Segera Panggil Direktur RSUD Bojonegoro   |   08:00 . Warga Ngantulan Adakan Kerja Bakti   |  
Tue, 03 June 2025
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Membangun Ketahanan Pangan dari Kearifan Lokal

blokbojonegoro.com | Monday, 26 May 2025 09:00

Membangun Ketahanan Pangan dari Kearifan Lokal

Pengirim: Choirul Anam*

blokBojonegoro.com - Mari kita mulai dengan satu pertanyaan sederhana: kapan terakhir kali Anda makan nasi? Mungkin tadi pagi. Atau siang ini. Dan hampir pasti, besok pun Anda akan makan nasi lagi. Tapi pernahkah Anda bertanya dari mana beras itu berasal? Siapa yang menanamnya? Dan bagaimana kita memastikan bahwa anak-cucu kita juga bisa makan nasi dari tanah air sendiri?

Pertanyaan-pertanyaan itu membawa kita menyusuri kembali jejak panjang sejarah pertanian Indonesia, terutama momen besar yang disebut Revolusi Hijau. Sebuah istilah yang terdengar seperti penyelamat di masa lalu, namun kini juga menjadi bahan perdebatan di kalangan ahli pertanian, lingkungan, dan pegiat ketahanan pangan.

Kilas Balik: Revolusi Hijau, Solusi atau Sekadar Tambal Sulam?

Revolusi Hijau atau dalam konteks Indonesia, mulai digaungkan sejak era Orde Baru pada akhir 1960-an merupakan upaya sistematis untuk meningkatkan produksi pangan, terutama padi, dengan cara memperkenalkan varietas unggul, pupuk kimia, pestisida sintetis, dan mekanisasi pertanian. Tujuan utamanya: swasembada pangan.

Dan memang, dalam waktu relatif singkat, Indonesia pernah mencatat prestasi swasembada beras pada 1984. Soeharto bahkan menerima penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia). Namun, seperti kata pepatah, tak semua yang berkilau itu emas.

Dampak Revolusi Hijau ternyata bukan hanya panen melimpah. Tapi juga mulai rusaknya ekosistem tanah, ketergantungan petani pada input luar (pupuk, benih, pestisida), punahnya varietas lokal, dan terkikisnya kearifan lokal dalam bertani. Studi dari Altieri (2004) dalam bukunya Agroecology menyebut bahwa Revolusi Hijau, meskipun berhasil meningkatkan produksi, justru menciptakan ketimpangan struktural dan degradasi lingkungan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.

Ketahanan Pangan: Lebih dari Sekadar Urusan Perut

Ketahanan pangan bukan cuma soal tersedia atau tidaknya beras di pasar. Ia adalah soal kedaulatan: apakah kita mengendalikan produksi, distribusi, dan konsumsi pangan kita sendiri? Apakah petani masih menjadi subjek yang dihormati, atau sekadar buruh murah dalam sistem pertanian industri?

Menurut definisi FAO, ketahanan pangan terjadi ketika seluruh masyarakat memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan hidup aktif dan sehat. Di sini, bukan hanya ketersediaan, tapi juga akses dan kualitas menjadi kunci.

Realitas di lapangan cukup mencemaskan. Data BPS menunjukkan bahwa luas lahan pertanian terus menyusut akibat alih fungsi menjadi kawasan industri dan perumahan. Sementara itu, usia petani semakin menua. Anak-anak muda enggan bertani karena dianggap kotor, miskin, dan tidak menjanjikan masa depan. Ironis, bukan? Negeri agraris yang petaninya pun enggan bertani.

Jalan Pulang: Kembali ke Pertanian Berbasis Kearifan Lokal

Lantas, adakah jalan keluar? Tentu ada. Dan jawabannya bisa jadi sudah kita miliki sejak lama: pertanian berbasis kearifan lokal. Di berbagai pelosok Nusantara, masih hidup sistem pertanian tradisional yang terbukti tangguh dan lestari. Sebut saja subak di Bali, ladang berpindah yang berkelanjutan di Kalimantan dan Papua, hingga sistem tumpangsari di Jawa.

Model-model ini bukan sekadar warisan nenek moyang, tapi juga bentuk praktik agroekologi yang kini justru diakui dunia sebagai solusi masa depan. Agroekologi memadukan ilmu pengetahuan modern dengan kearifan lokal, menekankan diversifikasi tanaman, penggunaan pupuk organik, dan keterlibatan komunitas dalam pengambilan keputusan.

Peneliti pangan seperti Vandana Shiva dalam bukunya Soil Not Oil menegaskan bahwa masa depan pangan dunia bukan terletak pada korporasi dan bibit rekayasa genetika, melainkan pada petani kecil yang berdaulat atas benih dan tanahnya sendiri.

Menyusun Ulang Peta Ketahanan Pangan Nusantara

Jika kita ingin memastikan bahwa anak-anak kita masih bisa makan nasi dari sawah sendiri, maka ada beberapa langkah strategis yang perlu ditempuh:

- Perlindungan Lahan Pertanian

Pemerintah perlu benar-benar serius menegakkan UU Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Jangan sampai sawah diubah menjadi pabrik, dan akhirnya kita mengimpor beras dari negeri orang.

- Dukungan untuk Petani Muda

Insentif, pelatihan, akses teknologi dan pasar harus diarahkan pada regenerasi petani. Pertanian harus dijadikan sektor yang keren, cerdas, dan menguntungkan.

- Diversifikasi Pangan Lokal

Jangan hanya nasi. Kita punya jagung, singkong, sagu, sorgum—semua adalah pangan lokal yang bernutrisi dan bisa mengurangi ketergantungan pada beras.

- Reformasi Sistem Pangan

Rantai distribusi yang terlalu panjang membuat petani rugi dan konsumen mahal. Model distribusi berbasis koperasi dan pasar lokal harus diperkuat.

- Pendidikan Pangan Sejak Dini

Ajarkan anak-anak tentang asal-usul makanan mereka. Kunjungan ke sawah dan kebun, bukan hanya ke mal.

Penutup: Menanam Harapan, Menuai Masa Depan

Revolusi Hijau mungkin telah menyelamatkan kita dari kelaparan di masa lalu, tapi untuk masa depan, kita perlu revolusi yang berbeda. Bukan yang serba kimia dan mesin, tapi yang berakar pada tanah, pada kearifan lokal, dan pada relasi manusia dengan alam.

Ketahanan pangan Nusantara bukan soal mencetak sawah baru, tapi soal menyuburkan kesadaran kolektif: bahwa makanan bukan sekadar komoditas, tapi warisan dan kehormatan.

Jadi, jika Anda nanti makan nasi lagi, ingatlah bahwa di balik sebutir beras, ada cerita panjang tentang negeri ini—tentang pilihan-pilihan besar yang akan menentukan: apakah kita akan tetap menjadi bangsa pemakan hasil bumi sendiri, atau penonton di ladang pangan negeri orang.

*Ketua PAC GP Ansor Balen.

 

Tag : Petani, padi, petani indonesia



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

  • Saturday, 31 May 2025 08:00

    Warga Ngantulan Adakan Kerja Bakti

    Warga Ngantulan Adakan Kerja Bakti Agar saluran air menjadi lancar, warga Dusun Ngantulan RT.21/RW.006, Desa Bulu, Kecamatan Balen mengadakan kerja bakti yang dimulai pukul 07.00-10.00 Wib, Jumat (30/5/25)....

    read more

Lowongan Kerja & Iklan Hemat