Reporter: Muharrom
blokBojonegoro.com - Menikah merupakan salah satu ibadah yang ada dalam ajaran Islam. Sebagaimana ibadah pada umumnya, dalam pernikahan pun tidak akan lepas dari berbagai ujian yang akan dihadapi oleh setiap pasangan suami istri. Ujian tersebut tentunya berbeda-beda, ada yang diuji dengan persoalan keuangan, keturunan, hingga sikap dan perilaku pasangannya masing-masing.
Ketika seseorang berhasil menghadapi ujian tersebut dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, ia akan memperoleh anugerah dan kemuliaan dari Allah. Salah satu contohnya adalah seorang lelaki saleh yang dimuliakan berkat kesabarannya dalam menghadapi sikap istrinya. Hal ini sebagaimana dikisahkan oleh Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Syarawi dalam kitab Qashahsus Shahabati was Shalihin (Kairo, Maktabah At-Taufiqiyyah: t.t), halaman 315.
Dikisahkan, ada seorang lelaki saleh, lemah lembut, dan mempunyai akhlakul karimah. Ia cukup dikenal di kalangan para penuntut ilmu sebagai guru yang alim, bijaksana, dan tenang saat bertutur kata. Namun di balik kelembutannya itu, Allah mengujinya dengan seorang istri yang mempunyai watak keras dan gemar memaksakan kehendak.
Dengan penuh kesabaran, lelaki saleh ini menghadapi setiap perilaku istrinya tersebut dengan penuh kelembutan, ketenangan, dan tak jarang untuk memilih diam daripada membalas. Suatu hari, ia mengajak istrinya untuk datang ke tempat pengajian yang biasa ia mengajar. Harapannya, sikap istrinya itu akan berubah setelah menyaksikan sendiri bagaimana orang lain memperlakukan suaminya ini dengan hormat.
“Andai saja engkau melihatku saat duduk di majelis ilmu, mungkin saja engkau akan memperlakukanku lebih lembut. Di sana orang-orang memperlakukanku dengan lembut, menatapku dengan hormat, dan mendengarkan ucapanku dengan khidmat,” ucap lelaki saleh itu pada istrinya.
Ucapan lelaki saleh ini ternyata didengar oleh istrinya. Pada hari yang telah ditentukan, wanita ini datang menghadiri pengajian yang diisi oleh suaminya. Ia duduk bersama para murid, mendengar suaminya berbicara, menjelaskan ilmu, dan menjawab setiap pertanyaan dengan tenang.
Saat lelaki saleh ini melihat istrinya hadir di pengajian, ia pun merasa senang dan berharap istrinya bisa memperlakukannya lebih baik. Di sore hari, lelaki saleh ini pun pulang dengan hati riang dan berharap saat sampai di rumah istrinya berubah menjadi lebih baik dan lebih lembut.
“Tadi engkau melihatku, kan?" tanya lelaki saleh ini.
Pertanyaan tersebut malah dijawab dingin oleh sang istri, ia menjawab:
“Ya, aku melihatmu. Tapi sungguh kasihan apa yang kulihat. Semua orang duduk tenang dan berwibawa,
sedangkan engkau malah teriak-teriak.”
Ucapan itu tentu saja mengecewakan lelaki saleh ini karena ternyata tidak sesuai dengan ekspektasinya. Namun demikian, ia tetap menunduk dan hatinya berkata:
“Ya Allah, mungkin Engkau sedang mendidikku melalui lisannya.”
Sejak saat itu, lelaki saleh ini tidak pernah mengeluh lagi. Hari-harinya dipenuhi dengan kesabaran hingga akhirnya Allah menurunkan kepadanya karunia berupa madad (pertolongan batin), aura positif dalam hatinya memancar dalam wajahnya, dan setiap ucapannya mampu menembus dinding hati orang lain. Anugerah ini pun diakui oleh para muridnya.
Para murid pun tahu bahwa Allah memuliakan gurunya itu merupakan buah dari kesabaran dalam menghadapi sang istri. Penilaian ini semakin terbukti ketika istrinya meninggal dunia. Para murid melihat bahwa wajah gurunya tidak lagi bersinar seperti dahulu. Sang guru tetap saleh, tetap beribadah, dan menjalani aktivitas seperti biasanya, namun auranya sangat berbeda dengan sebelumnya. Mereka pun bertanya dengan penuh hormat:
“Guru, mengapa kami tidak lagi melihat aura dalam diri engkau?”
Ia tersenyum tenang dan menjawab:
“Telah meninggal orang yang karena dirinya Allah memuliakanku.”
***
Kisah ini mengingatkan umat Islam tentang pentingnya bersabar dalam menghadapi setiap ujian, terutama ujian yang datang dari keluarga. Pasalnya, dari sekian banyak peristiwa yang menguji keimanan, kesabaran, keikhlasan, dan sejenisnya, sebagian besar datang dari dalam keluarga karena interaksi kita lebih banyak dengan keluarga. Ketika ujian itu berhasil dilewati dengan baik akan datang anugerah dari Allah, sebagaimana hal itu diraih oleh lelaki saleh dalam kisah ini.
Selain itu, kisah ini juga mengajarkan bahwa ketika ada orang di sekitar kita yang sering bersikap tidak menyenangkan, pada hakikatnya dia dihadirkan oleh Allah untuk menguji dan mendidik kita. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh lelaki saleh dalam kisah ini, ia tidak lagi melihat istrinya sebagai beban, melainkan sebagai ‘madrasah’ yang menjadi tempat belajar sehingga membuatnya semakin sabar dan matang dalam menghadapi ujian kehidupan. [mu/mad]
*Dikutip dari halaman resmi Kemenag RI
0 Comments
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published