Optimalisasi Potensi Bonus Demografi Peluang Hadapi Geoekonomi Digital
blokbojonegoro.com | Saturday, 21 August 2021 22:00
Oleh: Nidlomatum MR
blokBojonegoro.com - Indonesia saat ini terus merangkak naik untuk menjadi negara maju. Di sisi lain, meskipun secara kedaulatan negara tengah berdaulat, namun kenyataannya kedaulatan itu belum menyeluruh di segala bidang. Indonesia masih tertatih dibidang ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan kemakmuran warga negaranya.
Dengan realitas ini, berkah bonus demografi serta visi pencapaian Indonesia emas tahun 2045 menjadi pelecut semangat dengan impian ketika saat itu tiba diharapkan penduduk usia produktif bisa memacu ekonomi Indonesia sehingga bisa jauh lebih tinggi. Perubahan struktur penduduk inilah yang menjadi peluang untuk memanfaatkan produktivitas penduduk usia produktif agar mendorong pertumbuhan ekonomi negara serta bisa juga dimanfaatkan oleh Indonesia untuk meningkatkan daya saing dalam persaingan global. Indonesia membutuhkan sumber daya manusia yang unggul dari segi mental, memiliki daya saing, bisa diandalkan dan memiliki semangat kerja yang tinggi.
Selain persiapan dari segi mental sumber daya manusia, Indonesia juga perlu mengantisipasi perubahan era yang semakin melesat jauh ke depan dengan segala perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Sebab, saat ini Indonesia dan seluruh negara lain di dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0 bahkan lebih dari itu, munculnya pandemi membuat Indonesia harus secara tidak langsung memasuki revolusi industri 5.0. Jika revolusi industri 4.0 ditandai dengan pemanfaatan pada sektor industri maka revolusi industri 5.0 saat ini ditandai dengan teknologi informasi yang yang kian canggih. Manusia bisa menggunakan media sosial untuk berintegrasi, bersosialisasi serta menjalankan ekonomi. Ya, Indonesia memasuki era geoekonomi digital.
Industri ini ditandai dengan berbagai kondisi baru mulai dengan teknologi baru, peluang baru, dan tantangan baru yang memiliki berbagai dampak positif maupun negatif. Di antaranya dampak distruptif, salah satunya masalah berkurangnya lapangan pekerjaan. Para pegawai di pabrik dan perusahan digantikan oleh mesin, robot, kecerdasan buatan dan perangkat digital lainnya.
Dalam data yang dirilis word economic forum bertema Future Jobs Report tahun 2016 lalu, diprediksi akan ada beberapa lapangan pekerjaan yang otomatis menyusut karena semakin canggihnya teknologi digital. Laporan ini menyajikan data beberapa kelompok pekerjaan yang jumlahnya akan menurun signifikan selama lima tahun di antaranya kategori administrasi perkantoran, manufaktur dan produksi, konstruksi dan ekstraksi, desain dan media, hukum dan legal serta instalasi dan pemeliharaan yang diprediksi angkanya akan berkurang sekitar 50 ribu orang.
Kenyataannya, prediksi ini mendekati kenyataan lima tahun setelah tahun 2016. Terbukti tahun 2021 ini, bisnis-bisnis yang mulai menunjukkan deformasi di antaranya sektor perbankan. Mulai tahun ini, sistem perbankan mulai menyediakan mesin-mesin teller yang akan menggantikan pegawai-pegawai yang bekerja secara manual. Selain itu, dari data yang ada sejak 2016 transaksi perbankan online melalui M-Banking sudah membudaya. Masyarakat mulai termanjakan dengan sistem instan yang jelas lebih efisien dibandingkan dengan cara mengunjungi bank kemudian antre sekadar untuk melakukan transaksi perbankan.
Kenyataan yang beredar, menyusutnya lapangan pekerjaan yang semakin membuat gamang para pencari kerja, tidak diimbangi dengan informasi tentang munculnya profesi-profesi baru berkaitan dengan perkembangan dunia digital. Jika dulu yang akrab di telinga masyarakat, pekerjaan yang berhubungan dengan teknologi informatika hanya sebatas profesi sebagai programmer dan web developer kini keahlian ini seakan sudah membelah diri dengan muncul profesi-profesi baru seperti search engine optimiser dan front end developer sebagai tuntutan spesialisasi karena semakin meluasnya para pengguna internet.
Contoh lain, bisa terdeteksi dari sektor media, muncul profesi baru sebagai digital media strategist dan digital media analyst yang kedua posisi ini menjadi ujung tombak berkembangnya industri media yang dituntut untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan dunia digital. Munculnya profesi-profesi baru tidak terduga ini mengharuskan generasi-generasi masa depan bangsa untuk bisa beradaptasi dengan kemajuan digital. Generasi yang tidak bisa beradaptasi dan berinovasi niscaya akan tergilas dengan sendirinya oleh perkembangan yang terjadi.
Menghadapi geoekonomi digital ini, selaras dengan visi Indonesia emas tahun 2045, perlu mengoptimalkan momen bonus demografi yang terjadi satu kali dalam sejarah bangsa. Bonus demografi yang akan dimiliki Indonesia diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong yang akan membuat ekonomi Indonesia melesat di masa depan. Yakni masa saat membanjirnya warga usia produktif.
Berdasarkan data, Badan Pusat Statistik memproyeksikan saat Indonesia memiliki bonus demografi maka kelompok usia produktif akan mencapai 67 persen dari total populasi penduduk. Dari 67 persen tersebut, 45 persen-nya berusia 15-34 tahun. Perubahan struktur penduduk ini bisa menjadi peluang untuk memanfaatkan produktivitas penduduk usia produktif agar mendorong pertumbuhan ekonomi negara.
Tentunya, optimalisasi sumber daya manusia itu bukan sesuatu yang instan, perhatian yang tepat pada generasi masa depan patut dilakukan sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia yang fundamental dan strategis. Yang terpenting, dibutuhkan atmosfir yang mendukung transformasi generasi bangsa di zaman digital ini. Sebab, ekonomi digital adalah fenomena utama di era ini yang membutuhkan strategi dan kebijakan yang tepat untuk menjawab tantangan dan menggunakan peluang sehingga impian Indonesia untuk menyandang nama sebagai negara maju bukanlah sekadar mimpi namun bisa menjadi kenyataan. [lis]
Tag : Ekonomi, digital, geoekonomi
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini