Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Pesan Penting Idul Fitri

blokbojonegoro.com | Saturday, 30 April 2022 12:00

Pesan Penting Idul Fitri

Oleh: Usman Roin *

IDUL FITRI-1443 H sudah tiba. Secara kebahasaan kata ’id mengutip pakar tafsir Prof. Quraish Shihab memberi arti kembali, dan fitri yang berarti suci. Sehingga bisa disimpulkan Idul Fitri berarti bebasnya kita dari semua dosa dan kotoran, sehingga kita masuk dalam keadaan suci kembali.

Kehadiran Idul Fitri yang kita peringat ini, bagi penulis setidaknya memberi kepada kita pelajaran penting. Pertama, momen berkumpul keluarga. Artinya, keluarga yang jauh pulang (mudik), yang dekat lebih mendekat, supaya kedekatan emosional dan harmonisasi kekeluargaan terajut kembali. Oleh karena itu, kehadiran Idul Fitri ini memberikan petunjuk bila hormat menghormati harus dibangun dari keluarga. Sebab, jika sudah tidak ada rasa hormat-menghormati di dalam keluarga, pribadi yang ada di dalamnya tidak akan bisa merasakan ketentraman, baik secara lahirian maupun batiniah. Yang ada, hanya panasnya batin yang tercermin dari perasaan susah, gelisah dan lainnya.

Adapun bagi yang sudah ditinggalkan oleh keluarga, hadirnya Idul Fitri tidak lantas menjadikan bersedih. Melainkan jadikan sebagai motivasi spiritual untuk mendoakan keluarga semasa hidup, supaya kebaikan yang sudah dilakukan bisa diterima oleh Allah Swt.

Ke dua, sarana merekatkan silaturahim. Melalui Idul Fitri, kita diminta meningkatkan hubungan baik tidak hanya kepada sanak saudara, melainkan juga dengan para tetangga kanan-kiri kita, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Hujurat: 10. Sebab menurut Imam Fahruddin Ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghoib memberi keterangan melalui silaturahim merupakan penyempurna, dasar petunjuk untuk menjadikan kehidupan damai di manapun dan kepada siapapun. Jika demikian adanya, silaturahim memiliki fungsi yang utama sebagai media merekatkan persaudaraan, dan menghilangkan pertikaian yang telah terjadi hingga menjadikan tidak saling sapa.

Oleh karena itu, merekatkan persaudaraan sesama tetangga melalui tradisi halalbihalal, silaturahim, anjang sana dan sini, menjadi suatu pertanda yang sah bagi penulis untuk kita laksanakan dan lestarikan dari waktu ke waktu. Tidak cukup hanya dengan berkirim pesan atau gambar lewat WA, instagram dan aneka medsos lainnya. Tetapi yang dibutuhkan adalah datang ke rumah, mencicipi hidangan ke sesama -tetangga dan saudara- sebagai salah satu cara membumikan persaudaraan dan kedamaian kepada siapa saja. Bahkan, dikatakan oleh Rasul berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim, belum termasuk beriman kepada Allah Swt dan hari akhir, siapa saja yang tidak mempererat persaudaraan.

Ke tiga, mengistikamahkan amal ibadah. Ini memberi makna, segala amal ibadah yang sudah kita jaga (imsak) di bulan Ramadan, jangan lalu berhenti. Tetapi dijaga keistikamahannya -teguh/konsisten- agar tidak menjadi perilaku formal belaka, melainkan menjadikannya sebagai karakter pribadi. Terlebih menurut Ibnu Rajab dalam kitab Lathoiful Ma’arif menyinggung, bahwa Idul Fitri hanya layak diberikan bagi siapa saja yang istikamah dan tambah ibadah serta ketaatannya kepada Allah Swt, bukan yang an sich menggunakan pakaian baru.

Mengutip Aguk Irawan MN, penulis buku Penakluk Badai: Novel Biografi K.H. Hasyim Asy’ari mengatakan, bila kata fithri secara maknawi ada yang mentakwil dengan arti memakai pakaian. Tentu yang dimaksud memakai pakaian di sini, adalah pakaian taqwa, sebagaimana yang diisyaratkan dalam firmal Allah Swt surat al-Baqarah: 183, bahwa tujuan berpuasa adalah supaya kita bertaqwa.

Penggambarannya, selama Ramadan, kita sudah menenun sepanjang hari, dan saat Idul Fitri itulah kita memakai pakaian taqwa agar meningkat (syawal) jati diri kita. Dalam konteks ini, kita mengingat pesan Allah dalam surat an-Nahl: 92, “Janganlah kita menjadi seperti seorang perempuan dalam cerita lama, ia mengurai kembali hasil tenunannya yang rapi sehelai benang demi sehelai sehingga tercerai berai.”. Artinya, madrasah puasa selama sebulan, itu harus terus kita pakai pakaiannya (fitri) sampai setahun mendatang, bahkan lebih.

Jika puasa diibaratkan seperti menenun atau menjahit pakaian, ini juga seperti yang sudah dicontohkan ulat yang berapa dalam tenunannya (kepompong). Karena setelah selesai menenun, ia memakai sayapnya yang indah untuk terbang (kupu-kupu). Atau bisa juga diibaratkan sang laba-laba yang menenun rumahnya sehelai demi helai, kemudian ia memakai hasil tenunannya (fitri) agar ia menjadi tenang hidupnya.

Berdasarkan deskripsi di atas, seorang mukmin dikatakan “kembali ke fitrah” bila ia kembali ke jati diri, karena ia sanggup menahan hawa nafsu dengan hati-nuraninya. Atau sebaliknya, seorang mukmin belumlah dikatakan kembali ke fitrah, bila hawa nafsu mendorongnya untuk bersikap liar dan tak terkendali. Akhirnya, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 H, khilaf penulis mohon dimaafkan di hari yang fitri ini.

*Penulis adalah Dosen PAI UNUGIRI, Pengurus Majelis Alumni IPNU Bojonegoro dan Pengurus PAC ISNU Balen.

Tag : Pesan, idul fitri, usman roin, mudik, ramadan



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.



Berita Terkini