Cerita Dibalik Sendang Nanom yang Diangkat SMKN 5 Bojonegoro dalam Pawai Budaya
blokbojonegoro.com | Monday, 29 August 2022 12:00
Reporter: Nur Muharrom
blokBojonegoro.com - Minggu (28/8/2022), Pawai Budaya tingkat SMA/SMK/MA, Perguruan Tinggi dan Umum berjalan meriah dan warga penuh memadati sepanjang jalan yang dilewati arak-arakan pawai yang menampilkan beragam budaya yang ada di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Salah satunya adalah dari SMK Negeri 5 Bojonegoro yang menampilkan Sendang Nanom.
Sendang Nanom diambil dari dari cerita rakyat Dusun Ringinanom Desa Trumbasanom Kecamatan Kedungadem Kabupaten Bojonegoro. Kreator Pawai Budaya SMKN 5 Bojonegoro, Burhanuddin menceritakan, bahwa dulu di sebuah dusun di wilayah timur bagian selatan Kabupaten Bojonegoro tepatnya di Dusun Ringinanom, Desa Tumbrasanom, Kecamatan Kedungadem, terdapat sebuah Sendang (kolam mata air) yang dikenal masyarakat dengan nama Sendang Nanom atau disebut juga dengan Sendang Joko Cluntang oleh warga setempat.
Dulu Sendang Nanom adalah sumber air yang sangat penting untuk warga setempat. Warga memanfaatkan sumber air tersebut untuk keperluan sehari-hari. Mulai dari mandi, memasak maupun minum, warga menggunakan air dari Sendang Nanom.
Pada waktu itu warga ngangsu (mengambil air) dari sendang tersebut. Para wanita biasanya ngindhit (membawa sesuatu di pinggang) air dengan menggunakan gemblok (jenis gerabah yang berfungsi sebagai tempat air). Sementara untuk pria, biasanya membawa air dengan cara di panggul (membawa barang dengan cara meletakkan barang tersebut di atas bahu).
Di sendang nanom, cerita Burhanuddin, masih menyimpan cerita yang sampai sekarang dipercaya oleh warga Ringinanom. Selain untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, warga juga mempercayai bahwa mandi di Sendang Nanom bisa membuat awet anom (muda). Itulah juga mengapa warga menyebut sumber air tersebut dengan sebutan Sendang Anom atau Sendang Nanom.
"Selain itu, di sendang nanom juga menyimpan sebuah legenda tentang ular raksasa penunggu sendang tersebut. Dipercaya warga ular itu berjenis Sowo Kembang dan warga menyebutnya Sowo Bumi bernama Joko Cluntang," jelasnya kepada blokBojonegoro.com.
Kemunculan Ular Sowo Kembang Raksasa itu sebagai pertanda akan datangnya panen padi yang melimpah. Kadang kala ular raksasa juga menampakkan diri dalam wujud pria tua berjenggot yang memakai surban. Warga menyebutnya dengan nama Mbah Singo Jenggot. Warga juga mempercayai bahwa ular tersebut adalah peliharaan Eyang Pragolopati, seorang pejuang laskar Diponegoro dari Mataram Jogja.
Eyang Pragolopati adalah orang pertama yang mbabat alas (membuka lahan) dusun Ringinanom. Sebagai wujud rasa syukur, warga dusun dipimpin oleh sesepuh dan perangkat desa mengadakan nyadran (sedekah bumi) setelah masa panen padi pada hari Jumat Pahing sekitar bulan Mei, Juni, atau Juni. Nyadran laksanakan di Sendang Nanom dan di petilasan Eyang Pragolopati.
Sesaji untuk nyadran harus pepek (genap), diantaranya adalah takir klontang (wadah yang terbuat dari daun pisang dan janur, dibentuk menyerupai sebuah perahu, di ujung sisi kanan dan kiri dibentuk dengan lidi) yang berisi sesaji cok bakal (cikal permulaan : simbol permulaan hidup). Adapun sesaji cok bakal yaitu telur, bunga setaman, jajan pasar, daun suruh yang diikat, umpet, dan merang.
Selain itu ada juga jenang tolak balak (menolak musibah) dan kemenyan. Apabila ada sesaji yang kurang atau terlupakan, warga percaya bahwa akan turun hujan yang lebat disertai petir sampai terjadi banjir. [mu]
Tag : cerita rakyat, cerita sendang nanom, pawai budaya bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini