Buzzer dan Pentingnya Literasi Digital
blokbojonegoro.com | Wednesday, 20 December 2023 12:00
Oleh: Hilal Nur Fuadi*
Jelang pergantian tahun menuju tahun 2024 yang oleh banyak pihak sering disebut sebagai tahun politik, banyak aktivitas yang dilakukan oleh partai maupun calon kontestan untuk mempersiapkan diri menghadapi perhelatam politik yang sudah didepan mata. Istilah tahun politik ini wajar saja disematkan karena tahun depan bangsa ini akan menyelenggarakan Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden termasuk pemilihan beberapa kepala daerah. Pada situasi ini kita semua bisa melihat bahwa para kontestan yang ikut ambil bagian dalam pemilu nanti sudah mulai aktif bergerak dan melakukan berbagai manuver untuk menarik simpati dan dukungan dari masyarakat dengan berbagai cara seperti melakukan kunjungan atau safari ke berbagai daerah, memaparkan visi, misi maupun program yang akan dijalankan jika terpilih nanti, hingga memanfaatkan jasa buzzer politik untuk mendukung pencitraan mereka dan sekaligus meyakinkan publik. Buzzer sendiri dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang menyediakan jasa dan dibayar untuk mempromosikan, mengkampanyekan, atau menutupi sesuatu dengan tujuan tertentu melalui media sosial. (https://mediaindonesia.com) Istilah buzzer ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan digunakan sebagai salah satu strategi pemasaran untuk mendongkrak penjualan dan pemasaran salah satu brand tertentu, namun dalam perkembangannya buzzer ini berkembang dan mulai merambah ke berbagai sektor termasuk bidang politik.
Di era perkembangan teknologi seperti sekarang ini, mau tidak mau harus kita akui bahwa buzzer memiliki peran yang sangat penting dan dirasa cukup efektif dalam menggiring dan membentuk opini masyarakat, karena dengan memanfaatkan media sosial maka apa yang sedang diolah dan pesan yang ingin disampaikan akan dengan mudah dan diterima masyarakat luas secara cepat, apalagi para buzzer ini biasanya akan mengoperasikan puluhan, ratusan hingga ribuan akun sehingga informasi akan tersebar dengan cepat dan masif dikalangan masyarakat. Peluang inilah yang coba dimanfaatkan oleh para peserta pemilu untuk mewujudkan tujuan mereka. Tidak heran jika jasa buzzer politik ini mulai bermunculan diberbagai daerah dan bukan hanya di kota-kota besar saja, akan tetapi buzzer ini sudah mulai merambah kota kecil seperti Bojonegoro.
Jika kita menyelami lebih lanjut, keberadaan buzzer politik ini bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda. Disatu sisi, keberadaan para buzzer ini sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi mereka yang memiliki niat dan hasrat untuk mencalonkan diri dan terlibat dalam proses pelaksanaan pemilu dan keberadaan mereka akan sangat membantu menjembatani para calon dengan masyarakat selaku pemilih. Ditangan para buzzer inilah visi, misi, program atau apapun itu yang ingin disampaikan oleh klien (baca:calon peserta pemilu) dapat disampaikan dan disebarluaskan secara cepat. Disisi lain, keberadaan buzzer politik ini juga bisa membawa dampak negatif dikalangan masyarakat. Faktanya, kebanyakan para buzzer ini akan melaksanakan apa yang telah menjadi kontrak atau kesepakatan antara kedua belah pihak (klien dan buzzer). Pada intinya mereka dibayar, dan mereka secara professional akan melaksanakan perintah orang yang telah membayar jasa mereka tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari apa yang mereka lakukan. Dari sinilah permasalahan itu muncul, banyak para calon atau kontestan nakal yang memanfaatkan jasa buzzer ini untuk memunculkan pencitraan baik mengenai dirinya, menyebarkan berita yang tidak benar (hoaks) mengenai pasangan calon yang lain, menjelekkan citra rival mereka dimata masayarakat, hingga keberadaan buzzer ini juga rentan menjadi sarana black campaigne bagi oknum tertentu.
Fakta empiris dilapangan menunjukkan bahwa keberadaan buzzer dengan segala konsekuensi dan kontroversi yang mengiringinya merupakan hal yang tidak bisa kita hindarkan. Pada prinsipnya tidak ada yang salah, mereka adalah pelaku bisnis dan penyedia jasa sedangkan disisi lain ada pihak yang juga membutuhkan jasa mereka. Sebagai manusia yang hidup di era teknologi seperti sekarang ini maka setiap individu harus memiliki kecakapan dalam menjalankan dan memanfaatkan berbagai platform teknologi sehingga kita benar-benar bisa bersikap bijak dalam memanfaatkan perkembangan teknologi dan memiliki kemampuan literasi digital. Menurut Devpri Suherdi (2021) literasi digital merupakan pengetahuan serta kecakapan pengguna dalam memanfaatkan media digital seperti alat komunikasi, jaringan internet dan sebagainya. Kecakapan ini mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, mengevaluasi, menggunakan, membuat serta memanfaatkan teknologi secara bijak, cerdas, cermat serta tepat sesuai penggunaannya.
Berbekal kemampuan literasi digital yang memadai, maka seorang inidividu akan lebih kritis dan memiliki filter dalam memahami sebuah fenomena, berita, maupun upaya-upaya untuk menggiring opini publik serta mampu memandang segala sesuatu dengan mengedepankan pendekatan multiperspektif. Pada kondisi ini seseorang tidak mudah termakan berita hoaks, terhindar dari disinformasi, ujaran kebencian, hingga upaya black campaigne yang mungkin terjadi menjelang tahun politik 2024. Dengan kemampuan literasi digital yang baik, tetaplah menjadi insan dan pemilih yang kritis dan mampu menyongsong serta melaksanakan pemilu dengan tetap menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis.
*Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Gondang, Bojonegoro
Tag : buzzer, parpol, bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini