Mereduksi Angka Pernikahan Dini
blokbojonegoro.com | Tuesday, 07 February 2023 12:00
Oleh : Hilal Nur Fuadi*
Sebuah fenomena mengenai ratusan pelajar SMP-SMA yang mengajukan surat dispensasi menikah karena hamil diluar nikah menjadi sebuah tamparan keras bagi dunia pendidikan. Berdasarkan pemberitaan di berbagai media baik media cetak maupun elektronik, ratusan remaja yang masih berstatus sebagai pelajar baik tingkat SMP maupun SMA di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur mengajukan permohonan dipensasi menikah ke kantor Pengadilan Agama setempat untuk mengajukan permohonan dispensasi menikah karena usia mereka yang masih tergolong diawah umur. Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019 Pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun”. (https://www.cnnindonesia.com). Belum usai keterkejutan masyarakat terkait dengan pemberitaan dari Ponorogo, kini masyarakat Bojonegoro juga tidak kalah kaget dengan fakta serupa yang terjadi di kota ledre ini. Angka Diska (Dispensasi nikah) di Bojonegoro juga tergolong tinggi dan menduduki peringkat ke sembilan se Jawa Timur. Tercatat ada 532 usulan untuk menikah di usia muda dan yang menyedihkan lagi adalah 297 usulan tersebut adalah lulusan SMP. (Radar Bojonegoro, 17 Januari 2023). Sungguh suatu hal yang ironis jika generasi muda kita hanya bisa berkesempatan meyelesaikan pendidikan sampai jenjang SMP saja. Apakah pendidikan tidak cukup untuk memeberikan pemahaman sekaligus membantu mencegah fenomena pernikahan dini?
Tidak salah jika publik langsung mengarahkan pandangannya kearah dunia pendidikan, mengingat status mereka yang masih dalam tahap usia sekolah (pelajar), bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut ini sebagai fenomena pernikahan dini karena hamil di luar nikah mengejutkan dan memalukan kita sebagai sebuah bangsa, bahkan MUI menyebut hal ini sebagai sebuah kegagalan dalam mendidik anak dengan budi pekerti dan akhlaq yang baik, akan tetapi MUI juga tidak sepenuhnya melimpahkan kesalahan sepenuhnya kepada dunia pendidikan, mengingat fenomena yang terjadi ini merupakan tangngung jawab bersama dan harus dipikirkan dan mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.
Jika melihat statusnya sebagai pelajar, memang dunia pendidikan patut menjadi pihak pertama yang harus diklarifikasi terkait dengan upaya pengembangan mental, budi pekerti serta akhlak mulia dari seorang murid. Tetapi satu hal yang harus diingat bahwa tumbuh dan kembang budi pekerti anak bukan semata-mata berada dilingkungan sekolah saja, bahkan jika dibandingkan waktu anak disekolah dan dirumah maka dalam satu hari anak justru lebih banyak menghaiskan waktu dirumah atau lingkungan tempat tinggal mereka, sehingga pengaruh lingkungan juga harus menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam rangka pembentukan karakter dan akhlak mulia seorang individu. Jadi, fenomena ini memang menjadi permasalahan yang harus memperoleh perhatian bersama dan penanganan serius dari berbagai pihak demi menjaga salah satu aset bangsa. Pihak yang dimaksud adalah dunia pendidikan (baca:guru), orang tua (keluarga) dan pemerintah.
Dari sisi pendidikan, sekolah sudah selayaknya mulai memikirkan mengenai pentingnya sex education dan memasukkannya dalam muatan kurikulum di sekolah, mengingat pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai aktivitas seksual dan kesehatan organ sex diharapkan dapat membantu mencegah murid melakukan hubungan seks diluar nikah (usia dini), mengingat tindakan ini memiliki resiko besar berkaitan dengan kesiapan organ seksual seseorang. Selain sex education, optimalisasi peran guru agama juga mutlak diperlukan untuk membantu menumbuh kembangkan akhlak mulia murid dan menjadikan murid menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia sebagaimana salah satu isi dari 6 dimensi profil pelajar Pancasila yang diamanahkan melalui penerapan kurikulum merdeka. Pendidikan agama yang optimal juga dapat menjauhkan diri dari perilaku terlarang termasuk penyimpangan seksual. Upaya lain yang bisa dimaksimalkan oleh sekolah adalah dengan cara menambahkan muatan lokal berupa pelajaran budi pekerti yang nantinya dapat membentuk budi pekerti yang baik dalam diri setiap murid.
Upaya sekolah ini juga harus diimbangi dengan pendidikan dan pengawasan dari orang tua terhadap pola pergaulan anak, karena selepas menyelesaikan aktivitas pada lembaga formal (sekolah), kontrol orang tua menjadi kunci utama untuk menghindarkan anak dari perilaku menyimpang dan pola pergaulan yang kurang tepat bagi seorang pelajar. Satu lagi yang tidak kalah penting adalah peran pemerintah dalam menekan angka pernikahan dini terutama dikalangan para pelajar. Program wajib belajar 12 tahun tampaknya juga harus diimbangi dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan penyediaan lapangan kerja, karena fakta empiris dilapangan selama ini banyak menunjukkan bahwa orang tua sibuk bekerja untuk kebutuhan ekonomi keluarga sehingga perhatian dan pengawasan terhadap anak menjadi berkurang. Akibat kesibukannya, orang tua jarang memiliki waktu hanya untuk sekedar mendengarkan cerita anak, berbagi dan mendiskusikan masalah pendidikan atau masa depan anak.
Selain itu penerapan dan penegakan UU 44/2008 tentang pornografi harus lebih dioptimalkan lagi oleh pemerintah, akes menuju situs-situs yang mengandung konten pornografi harus diproteksi dengan sungguh-sungguh sehingga tidak bisa diakses oleh generasi muda, mengingat beberapa pengalaman yang terjadi perilaku penyimpangan seksual kerap terjadi akibat para remaja (baca:pelajar) dengan mudah mengakses situs-situs pornografi di internet, sehingga secara tidak langsung keberadaan situs tersebut menjadi salah satu faktor penyebab tindakan asusila dan penyimpangan seksual dikalangan remaja. UU Pornografi itu harus ditegakkan untuk melindungi warga negara. Khususnya bagi perempuan, anak-anak, dan generasi muda dari segala pengaruh buruk pornografi. Upaya lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah melalui peningkatan sosialisasi mengenai efek negatif pernikahan dini. Melalui dinas terkait, pemerintah bisa membuka cakrawala generasi muda mengenai bahaya pergaulan bebas, dampak pergaulan bebas, termasuk efek negatif dari penikahan di bawah umur.
Berbagai upaya dan kerjasama antar beberapa pihak diatas merupakan kunci utama dalam upaya menekan kenakalan remaja yang salah satunya adalah perilaku penyimpangan seksual yang dapat berakibat fatal seperti fenomena hamil diluar nikah sehingga mengharuskan untuk mengajukan dispensasi untuk menikah di usia muda seperti yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro dan juga di Ponorogo yang sempat viral beberapa waktu yang lalu. Kita semua harus berjuang memproteksi aset bangsa berupa generasi muda, karena Indonesia memiliki mimpi besar untuk menyambut bonus demografi dengan generasi emas, dan bukan generasi yang salah langkah dan justru dapat menimbulkan masalah baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
*Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Gondang, Bojonegoro
Tag : Nikah, Diska, pernikahan, dini, Bojonegoro
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini