21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |   18:00 . Diduga Tak Sesuai Spesifikasi, Dua Pembangunan Jalan di Bojonegoro Disidik Kejaksaan   |   17:00 . Judi Online Sebabkan 978 Pasangan di Bojonegoro Cerai   |   16:00 . Jumping Teknologi, Wenseslaus Manggut: Tantangan dan Peluang Industri Media Digital   |   15:00 . Suwarjono: Media Lokal saat ini Tidak Baik-baik Saja, Inilah Tantangan di Tengah Digitalisasi   |   14:00 . Wakil Wamen Komdigi Nezar Patria Lantik Pengurus AMSI Jatim 2024-2028   |  
Fri, 22 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Tanggapan atas 'NU dan Pertanian'

Reforma Agraria Adalah Kunci

blokbojonegoro.com | Sunday, 02 December 2018 12:00

Reforma Agraria Adalah Kunci

Oleh : Ali Ibrohim, S.HI*)

Tidak ada yang salah dari tulisan NU dan Pertanian. Namun, berbicara pertanian adalah berbicara tanah, juga agraria. Perlu dibedakan mengenai tanah dan agraria. Agraria lebih luas lingkupnya. Petani yang hidup di Indonesia ini tidaklah bisa tenang. Harus was-was setiap hari, bukan karena gerakan makar, teroris apalagi HTI dan PKI. Harus was-was karena ada banyak Undang-undang yang melegitimasi “perampasan” tanah rakyat, termasuk lahan pertanian. Aturan yang memperbolehkan perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Belum lagi aturan terkait perdagangan bebas yang membuka celah untuk barang impor menghancurkan harga panen petani, pencabutan subsidi pupuk dan sederet aturan global yang mengintervensi aturan nasional ataupun lokal.

[Baca juga: NU dan Pertanian ]

Berbicara lahan pertanian di Bojonegoro, jelas masalah. Peraturan Daerah terkait Rencana Tata Ruang dan Wilayah(RTRW) sudah banyak dilanggar. Banyak lahan-lahan produktif yang ditentukan sebagai lahan pertanian kemudian diubah menjadi tempat berdiri bangunan.

Dari fakta tersebut, kita bisa berkata bahwa Bojonegoro tidak kekurangan petani (mereka banyak yang bekerja tani ke Lamongan dan Tuban bahkan Surabaya). Masalah utama sejatinya adalah mereka tak punya lahan garapan atau aksesnya sulit. Maka bohong jika petani berkurang dan menurun drastis populasinya. Yang berkurang drastis itu lahan garapannya. Perda RTRW dan Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tak cukup untuk membendung laju perubahan lahan pertanian ke non-pertanian.

Sebelum membahasa terkait pertanian dan kondisi lahan di Bojonegoro, perlu diketahui bahwa ada belasan UU yang mengebiri UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria yang saat itu juga disetujui oleh Partai NU (KH. Idham Chalid dan KH. Wahab Hasbullah sebagai pemimpinnya). Padahal, UUPA itu adalah harapan petani untuk mendapatkan lahan garapan 1-2 hektar per kepala keluarga. Di mana dengan lahan garapan 1-2 hektar itu keluarga petani dianggap sudah mampu mencukupi kebutuhan pokoknya. Sayangnya, program itu sampai hari ini gagal, meski sudah ada Perpres Reforma Agraria bulan kemarin. Sehingga, sebelum berbicara pendampingan, pemberdayaan dan penyejahteraan petani harus juga berbicara soal lahan garapan dan kelas di antara petani.

Ada empat kelas masyarakat petani. Tuan tanah (pemilik lahan tapi tidak ikut menggarap), petani kaya/sedang (lahan luas, ikut menggarap tapi memperkejakan orang), petani miskin (lahan sedikit, menggarap lahan dan jarang memakai tenaga orang lain) dan buruh tani (tak punya lahan tapi bertani dengan ikut ke orang lain).

Hal ini penting. Kenapa? Karena kalau tidak dibedakan, program-program pertanian dari NU ataupun pemerintah jatuhnya akan salah sasaran. Pada kenyataannya, petani kaya/sedang dan tuan tanahlah yang sering mengakses bantuan dan subsidi-subsidi itu. Kepada petani miskin dan buruh tani, pendampingan dan pemberdayaan macam apa yang akan dilakukan jika pada pokok permasalahannya adalah soal jumlah lahan garapan yang tidak sesuai dengan hitungan kebutuhan pokok. Ini yang kemudian mendorong program-program pertanian itu sekedar formalitas dan tidak mampu menyelesaikan permasalahan pokoknya.

Untuk itu, reforma agraria adalah kunci penyejahteraan petani. Ketika alat produksi sudah dikuasai, baru lah berbicara pendidikan, pemberdayaan dan program-program selanjutnya. Reforma Agraria, Redistribusi Lahan, Pembatasan Kepemilikan Lahan dll juga tertera dalam Rekomendasi Munas Alim Ulama 2017 dalam poin Ekonomi dan Kesejahteraan.

Namun, sebelum NU Bojonegoro berbicara hal tersebut, penting juga untuk ditanyakan,. Apakah ada pimpinan NU Bojonegoro yang memiliki tanah puluhan hektar dan tidak ikut bercocok tanam? Apakah ada tokoh Bojonegoro yang menguasai lahan puluhan hektar tanpa menjadi petani? Kalau ada, maka celakalah.

 
*)Penulis adalah  Mantan Pengurus PC IPNU Surabaya,
Pembelajar di Aksaraya-Society Education Centre (SEC)

Tag : Reofrma, agraria, bojonegoro, nu



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat