19:00 . Diduga Tak Netral, PMII Bojonegoro Minta Ketua Bawaslu Mundur   |   17:00 . Beredar Foto Ketua Bawaslu Bojonegoro Berkaos PDI-P, Benarkah?   |   16:00 . Kembangkan Potensi, PEP Sukowati Gelar Pelatihan Pengolahan Herbal   |   15:00 . 5 Tersangka Korupsi Mobil Siaga Bojonegoro Segera Disidang   |   06:00 . Gelar Muskab, Setyawan Mubayinan Kembali Terpilih Jadi Ketua Pengkab TI Bojonegoro   |   21:00 . Muhammadiyah Bojonegoro Serukan Pilih Cabup yang Bersedia Dengar Suara Rakyat   |   19:00 . Dipindah ke Lapas Bojonegoro, Napi Teroris Dikawal Ketat Densus 88 AT Polri   |   16:00 . Gebyar Milenial dan Gen Z, Acara untuk Generasi Muda Bojonegoro   |   14:00 . Tim PkM Dosen UNUGIRI Berikan Pendampingan P5 dan PPRA di Lembaga Pendidikan   |   13:00 . Wujudkan Lansia Bermartabat, PD 'Aisyiyah Bojonegoro Gelar Lokakarya Kelanjutusiaan   |   12:00 . Tim KKN 44 UNUGIRI Observasi di Desa Grabagan   |   06:00 . Menilik Pasukan Kopi Rakyat Jelita Pada Kompetisi Nyethe Rokok Kenduri Cinta 2 Wahono-Nurul   |   21:00 . Barisan Muda Bangga Bojonegoro Siap Menangkan Wahono-Nurul   |   20:00 . Setyo Wahono ajak Ketum PP.Ansor, Addin Jauharudin Bermain Fun Badminton   |   19:00 . Empat Kades Terdakwa Korupsi Pembangunan Jalan di Bojonegoro Dituntut 5 Tahun Penjara   |  
Sat, 23 November 2024
Jl. Desa Sambiroto, Kec. Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Email: blokbojonegoro@gmail.com

Bersama Menekan Diska

blokbojonegoro.com | Tuesday, 19 December 2023 07:00

Bersama Menekan Diska

Oleh: Usman Roin *

MENCERMATI-kaleidoskop yang dipersembahkan blokBojonegoro.com, perihal pengajuan dispensasi perkawinan (diska) ke Pengadian Agama (PA) Bojonegoro menarik untuk dicermati. Pasalnya, berdasar data dari PA Bojonegoro, dari 435 anak, 80 diantaranya melangsungkan pernikahan dini lantaran hamil duluan.
Penulis tidak ingin membahas kenapa, dan bagaimana proses pengabulannya. Tetapi hal urgen bagi penulis adalah, dari “80” anak yang melangsungkan hubungan “layaknya pasutri”, kemudian hamil, lalu mengajukan diska dengan dalih merjaga marwah keluarga inilah yang perlu kita telaah agar tidak terulang lagi dan lagi, kemudian tumbuh subur berangka-angka.

Bicara fenomena married by accident, tentu sudut pandangnya harus kompleks. Salah satunya, bisa ditelusuri oleh derasnya teknologi-informasi bersumber dari gadget yang hari ini masuk tanpa filter dalam ruang privasi anak.

[Baca juga: 435 Anak di Bojonegoro Nikah Dibawah Umur, 80 Anak Hamil Duluan ]

Celakanya, saat anak-anak menggunakan gadget, filter dan pembatasan penggunaannya tidak diberi rambu-rambu jelas oleh orang tua. Yang terjadi, asal anak diam, tidak rewel, anteng di kamar, orang tua lupa dan membiarkan mereka mengakses serta download aneka konten yang uncontrol dari ruang terdekat.
Bila kemudian yang diakses adalah hal-hal yang menjurus kepada “pornografi”, logika sederhana kita mengatakan, ini bisa menjadi pemicu awal anak untuk mencoba melakukan kepada lawan jenisnya. Terlebih untuk mendapatkan lawan jenis, ruangnya terbuka menganga lewat media sosial.  

Oleh karena itu, yang pertama, mendasarkan data PA Bojonegoro, bila pengaju diska adalah mereka yang putus sekolah di level bangku menengah pertama. Melihat data tersebut, tentu semua komponen harus ikut ambil bagian.

Di sinilah akademisi perlu urun rembug, agar lagi dan lagi pendidikan menjadi penting bagi kalangan masyarakat desa yang masih terpencil. Jangan karena “tidak memiliki biaya” untuk menyekolahkan anak jalan pintas menikahkannya dilakukan, yang hal itu luput dari perhatian akademisi bagaimana kontribusi ikut mencegahnya.

Secara pragmatis, dengan “menikahkan” memang telah menuntaskan tugas orang tua kepada anak bila bicara kewajiban orang tua kepada anak. Hanya saja, bila kemudian anak yang menikah terlalu dini, tentu potensi perceraian besar sebagaimana data yang disinyali PA Bojonegoro.

Belum lagi, bila mereka sudah memiliki anak, pola pragmatis menganggap pendidikan “tidak penting” akan diulang-ulang menjadi circle yang tak berujung di keluarga. Bila sudah begini, tentu indeks pembangunan manusia (IPM) naiknya akan lamban. Oleh sebab, anggapan “sederhana” tidak menjadikan pendidikan sebagai perioritas.

Penulis masih ingat apa yang disampaikan oleh orang tua agar tetap bersekolah. Dalam kalam orang tua penulis, “wes cukup bapak-ibu wae seng sekolah endhek, kowe ambek adikem kudu sekolah sing dhuwur”. Kurang lebih maknanya, “cukup bapak-ibu saja yang sekolahnya hanya sampai dasar, kamu dan adikmu harus sekolah yang tinggi”.

Melihat wejangan orang tua penulis yang berprofesi sebagai petani, terselip pesan bijak, bila orang tua ingin memutus mata rantai di keluarga untuk menggapai jenjang derajat yang lebih baik.

Tentu, hal serupa juga bisa dilakukan orang tua manapun kepada anak agar kehadirannya lebih baik dari mereka dalam hal pendidikan. Meminjam bahasa Prof. Ahmad Tafsir (2015:228), bila esensi pendidikan bertujuan membantu manusia menjadi manusia.

Pengalaman sejarah juga menunjukkan, bila manusia tidak didik, ia bisa saja berkembang menjadi makhluk yang jahat daripada binatang. Karenanya,  kehadiran lembaga pendidikan tidak lain dalam rangka menyiapkan lulusan menjadi manusia yang baik dan berkemanusiaan yang tinggi.   

Selanjutnya kedua, dari 80 anak yang sudah melakukan pernikahan dini dan disinyalir berdasarkan data PA Bojonegoro berpotensi cerai, di sinilah peran akademisi utamanya kampus yang memiliki disiplin keilmuan Hukum Keluarga Islam (HKI) seperti UNUGIRI perlu ambil bagian.

Apa yang bisa dilakukan? Bisa dengan melakukan pendampingan berwujud pengabdian kepada masyarakat (PkM) agar keluarga diska yang dibina bisa mewujudkan esensi tujuan tertinggi berkeluarga yakni sakinah, mawaddah, warahmah.

Adapun yang ketiga, terhadap upaya kemiskinan sebagai alasan pragmatis tidak lanjut sekolah melainkan lanjut nikah, Pemkab Bojonegoro perlu memprioritaskan jumlah beasiswa. Pada kasuistik seperti ini, penyamarataan beasiswa tidaklah elok dilakukan. Akan lebih baik, bila pemberian beasiswa kepada anak yang kurang mampu dilebihkan jumlahnya kepada desa yang banyak pengajuan diskanya.

Selain lebih dari jumlah, hal yang tidak kalah urgen adalah pemberian beasiswa harus tepat sasaran. Lalu, informasi kehadiran beasiswa juga dipastikan sampai kepada keluarga yang tidak mampu. Bukan mandeg di ranah Pemdes dengan dalih masyarakat yang tidak minat hingga proaktif, melainkan dilakukan jemput bola sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat.

Akhirnya, hadirnya nikah dini karena alasan tragedi hamil duluan tentu bisa dicegah di tahun mendatang agar semakin berkurang dan bahkan tidak ada. Karenanya, butuh peran bersama untuk ikut menyelesaikan fenomena nyata yang berseliweran di sekitar kita, sebagai bentuk sedekah diri ikut berkontribusi terhadap persoalan bangsa yang butuh solusi.

Apa yang bisa kita lakukan kepada sesama? Kurang lebih itulah pertanyaan untuk kita semua.

* Penulis adalah Dosen Prodi PAI UNUGIRI dan Pengurus PAC ISNU Kecamatan Balen.

Tag : diska, nikah, pengadilan agama, bojonegoro



* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini

Logo WA Logo Telp Logo Blokbeli

Loading...

PEDOMAN KOMENTAR

Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Gunakanlah bahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.




blokBojonegoro TV

Redaksi

Suara Pembaca & Citizen Jurnalism

Lowongan Kerja & Iklan Hemat