Mengghibah Ulama di Medsos, Hukumnya?
Ilustrasi ulama

Oleh: Kiai Ahmadi Ilyas*

blokBojonegoro.com - Media Sosial (Medsos) dengan berbagai platformnya, sudah menjadi bagian dari lingkungan masyarakat saat ini. Bahkan, bisa dibilang tidak bisa lagi dipisahkan dari sisi lain kehidupan.

Kita tahu, bahwa Medsos adalah sarana yang mempunyai dua sisi, yaitu sisi positif dan sisi negatif. Sisi positifnya adalah bisa memberikan aneka informasi yang dibutuhkan, jadi media dakwah, mempererat tali silaturrahim, untuk promo kegiatan ekonomi dan juga membantu kegiatan pendidikan.

Namun, di sisi lain, penggunaan media sosial sering kali tidak disertai dengan tanggungjawab, sehingga tidak jarang menjadi sarana untuk penyebaran informasi yang tidak benar, hoaks, bullying, fitnah, gosip, namimah, ujaran kebencian, permusuhan, ghibah bahkan pornoaksi.

Oleh karena itu, bijak dalam menggunakan media sosial sangat penting, agar sarana tersebut bisa bermanfaat, dengan berfikir dulu sebelum berkomentar, selektif dan berhati hati saat posting dan share. Jangan sampai menimbulkan kemadharatan dan keharaman.

Termasuk keharaman yang nyata adalah mengghibah, membicarakan aib ulama' atau orang saleh, atau wali Allah, di media sosial.

Dalam pandangan syariat membicarakan orang lain, jika orang itu mendengarkan dia tidak suka, walau itu sebuah fakta, adalah ghibah. Sedangkan jika itu tidak sesuai fakta maka itu fitnah.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kalian apa itu ghibah?" Lalu sahabat berkata: "Allah dan rasul-Nya yang lebih tahu". Rasulullah bersabda: "Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci". Beliau ditanya: "Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?" Rasulullah bersabda: "Jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah memfitnah tentang saudaramu". (HR Muslim)

Apalagi yang dighibah itu adalah seorang ulama atau wali, maka itu lebih berat dosanya. Paling tidak, ada dua alasan, mengapa mengghibah ulama, orang Saleh atau wali itu dosanya lebih berat.

Pertama, mereka adalah pembuka pintu rahmat Allah SWT, menyebut, mengingat namanya saja, akan bisa memotivasi dan ingat kepada Allah. Sebaliknya ghibah pada mereka bisa menutup pintu rahmat.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِينَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ

Maksudnya: “Ketika disebutkan orang-orang yang soleh, maka rahmat Allah akan turun.”

Kedua, dagingnya ulama seperti racun, artinya saat mereka dighibah seakan akan orang yang ghibah itu makan daging saudaranya yang beracun, sangat berbahaya untuk orang yang ghibah, Ibnu asyakir mengatakan :

لُحُوْمُ الْعُلَمَاءِ مَسْمُوْمَةْ, وَعَادَةُ اللهِ فِيْ هَتْكِ أَسْتَارِ مُنْتَقِصِيْهِمْ مَعْلُوْمَةْ

Artinya: “Daging para ulama beracun, Allah pasti menyingkapkan tirai para pencela mereka.” (Tabyin Kadzibil Muftari (hal. 29).

Walhasil, disaat fenomena banyak ulama kita berbeda pandangan, maka sebaiknya kita jangan ikut-ikut, dan lebih baik diam, seraya mendoakan mereka dengan yang terbaik. [mad]

*Rubrik Tanya Jawab Fiqih dan Religi diproduksi oleh LBM PCNU BOJONEGORO
* Kiai Ahmadi Ilyas adalah Dewan Perumus LBM PCNU BOJONEGORO