Menelisik Sejarah Bangunan Kuno UD. Supianto, Berdiri Sejak Zaman Hindia Belanda
blokbojonegoro.com | Sunday, 04 February 2024 12:00
Reporter: Lizza Arnofia
blokBojonegoro.com - Di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Kabupaten Bojonegoro berdiri bangunan megah yang berdiri di lahan seluas sekitar satu hektare. Bangunan itu merupakan gudang tembakau yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Gudang tembakau yang sarat nilai sejarah dan ada kisah menarik di baliknya.
Berdiri Megah Bangunan Era Kolonial Belanda di Sekitar Pasar Banjarejo
Memasuki kompleks bangunan lawas yang kini bernama UD. Supianto, pengunjung yang datang diperlihatkan tiga bangunan era kolonial Belanda dengan luas keseluruhan bangunan ini sekitar 3.000 meter persegi.
Ketiga bangunan lawas yang terdiri dari dua gudang tembakau dan satu rumah kini menjadi mess karyawan, tersebut sudah digunakan sejak tahun 1950-an. Artinya pembangunannya sudah dilakukan sebelum tahun tersebut. Selain itu, ada satu bangunan yang kini bernama Gudang C baru dibangun sekitar tahun 1980-an akhir.
"Dulu bangunan yang di sini, gudang C udah jelek banget dan tidak layak. Jadi kami bongkar, kami bangun seperti sekarang," ungkap Rudy Julius, pemilik UD. Supianto.
Rudy pun memutuskan membangun gudang C dengan konstruksi khas pabrik era kini, termasuk atapnya menggunakan asbes. Lanjut Rudi, gudang C ini berfungsi untuk proses pengeringan tembakau.
Sementara itu, dua bangunan yang bernama Gudang A dan Gudang B masih konstruksi asli sejak pertama kali dibangun. Kedua gudang inilah yang menjadikan kompleks UD. Supianto menarik untuk dikulik sejarahnya.
Bangunan Gudang A dan B tetap berdiri megah meski usianya sudah lebih dari 70 tahun. Ciri khas kedua bangunan tersebut yakni memiliki lebih dari sepuluh tiang di dalamnya dan seluruhnya berupa kayu jati utuh, seluruh kerangkanya juga kayu jati.
"Selain itu, atapnya menggunakan genteng dan memfungsikan daun lontar sebagai plafon. Konstruksi bangunan ini menyebabkan udara di dalamnya tetap sejuk meskipun panas matahari terasa terik," ujar pria Kelahiran Medan itu.
Lalu, bangunan dengan konstruksi rumah di bagian barat kompleks UD. Supianto kini difungsikan sebagai mess karyawan. Di situlah, beberapa karyawan perempuan bertugas memasak untuk memberikan jamuan makanan kepada seluruh karyawan yang jumlahnya sekitar 20 orang.
"Belum pernah direnovasi besar-besaran, paling kalau ada atap bocor baru diurus Pak Rudi. Ada juga warisan mesin press tembakau merek Carl Schlieper, dan masih berfungsi dengan baik," imbuhnya.
Awal Tahun 1920-an Tembakau Sudah Mulai Ditanam di Bojonegoro
Awal Tahun 1920-an, tembakau sudah mulai ditanam di Bojonegoro. Bahkan, kualitas tembakau Bojonegoro justru menarik PT British American Tobbaco (BAT) Indonesia. Mengutip situs gangkecil.com, pada tahun 1928 penanaman tembakau di Bojonegoro diperluas.
Tahun 1930 areal tembakau di Bojonegoro mencapai 200 hektare, 10 tahun kemudian mencapai 5.000 hektare. Mengutip AVATARA, Jurnal Pendidikan Sejarah UNESA (2018), pada tahun 1954 jumlah lahan pertanian tembakau di Bojonegoro mencapai 12.365 hektare.
Potensi tembakau Bojonegoro, tentu membuat Machlim Watson, kala itu Warga Negara Inggris tertarik datang dan melakukan ekspansi bisnis komoditas tersebut. Kemudian di tahun 1950-an, Machlim Watson memiliki 2 gudang tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Pertama di Jalan Jaksa Agung Suprapto kini UD. Supianto dan Jalan KH. Mansyur, kini sebagai Gedung Serbaguna.
"Machlim sendiri kala itu merupakan supplier tembakau untuk PT. British American Tobacco, perusahaan rokok filter terbesar di dunia pada masa itu. Saat itu, Machlim mengandalkan tembakau terbaik dari Kota kecil di Indonesia. Salah satunya tembakau virginia di Bojonegoro," imbuhnya.
Akibat konfrontasi Indonesia-Malaysia yang berlangsung pada tahun 1963-1966 membuat perusahaan-perusahaan milik orang Inggris di Indonesia diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Termasuk seluruh gudang tembakau milik Machlim Watson.
Pasca Diambil Alih Pemerintah, Pengelolaan Gedung Tembakau Dialihkan dan Disewa Masyarakat Swasta
Machlim Watson kemudian keluar dari Indonesia, lalu pemerintah mengambil alih gudang-gudang tembakau miliknya. Di Bojonegoro ada dua, Banjarejo dan Ledok. Lalu di Rengel, Temanggung, Semarang, Jember dan Surabaya. Bentuk bangunan semua hampir sama dan seluruh tiang berasal dari kayu jati.
Pasca diambil alih Pemerintahan Indonesia, pengelolaan gudang-gudang tembakau yang tersebar di beberapa daerah ini diserahkan kepada Departemen Pertanian, lalu membentuk PD. Dwikora sebagai induk usaha gudang-gudang tembakau. Gudang-gudang inilah kemudian disewakan kepada masyarakat, khususnya perusahaan tembakau.
"Tahun 1985, gudang-gudang tembakau tersebut dijual pemerintah kepada masyarakat. Saya yang sebelumnya pernah menyewa dua gudang tembakau yang ada di Bojonegoro. Akhirnya ditawari membeli gudang tembakau yang berada di Jalan Jaksa Agung Suprapto. Kini perusahaan tersebut bernama UD. Supianto bergerak sebagai supplier dan pengekspor tembakau," cerita pemilik UD. Supianto kepada blokBojonegoro.com.
Lalu tembakau yang diperoleh dari petani tersebut, kemudian ia sortir sesuai kualitasnya, mulai kelas satu hingga kelas lima. Ada pabrik yang meminta dilepas gagangnya, ada yang minta dikeringkan lagi. Dan semua tergantung permintaan pabrik.
"Saat ini, para pekerja borongan UD. Supianto hanya aktif bekerja pada Agustus hingga November alias pada musim tembakau. Sejak pandemi, mereka mengerjakan proses sortir tembakau di rumah masing-masing," tutupnya. [liz/lis]
* Ingin Beli / Transaksi, Klik di Bawah Ini