Polisi Beber Duduk Perkara Pencabulan di Bojonegoro: Dari Medsos ke Rumah Kos

Reporter: Rizki Nur Diansyah

blokBojonegoro.com - Kasus pencabulan anak dibawah umur di Bojonegoro sepanjang 2025 turut diwarnai oleh pola dan modus yang kian mengkhawatirkan. Sebab, pelaku rerata merupakan pacar korban, atau orang terdekat.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Satreskrim Polres Bojonegoro, sejak Januari hingga Desember 2025, tercatat 23 kasus pencabulan, dengan sebaran tertinggi berada di wilayah Kota Bojonegoro sebanyak 9 kasus. 

Menyusul Kecamatan Kedungadem 3 kasus, Dander dan Kapas masing-masing 2 kasus, serta masing-masing 1 kasus di Trucuk, Balen, Kalitidu, Baureno, Sumberrejo, dan Padangan. Data tersebut menunjukkan masih tingginya kerentanan anak dan remaja terhadap kejahatan seksual.

Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bojonegoro, Ipda Ria Dirgahayu, mengungkapkan bahwa sebagian besar pelaku justru merupakan pacar korban sendiri.

Menurut Ipda Ria, media sosial (Medsos) menjadi pintu masuk paling dominan dalam memulai aksi kejahatan. Prosesnya kerap dimulai dari interaksi ringan, komunikasi intens, hingga rayuan yang membuat korban merasa disayang dan diperhatikan.

“Kalau pencabulan banyak terjadi di Bojonegoro, biasanya pelakunya pacar sendiri. Untuk modusnya sendiri melalui medsos, ketika mereka kenal sama orang maupun dihubungi, dan dipuji cantik, mereka merasa disayang, akhirnya diajak ketemuan dan berakhir di kos-kosan,” ungkap Ipda Ria, Kamis (18/12/2025).

Ia menyebut, lokasi kejadian paling sering berada di rumah kosan maupun rumah pelaku. Tingginya kasus ini didominasi korban berusia 14–17 tahun, yang masih sangat rentan dan mudah terpengaruh.

“Biasanya di rumah pelaku, tapi banyak di kos-kosan. Rerata korban berusia 14–17 tahun,” jelasnya.

Ipda Ria menilai, tingginya angka kasus pencabulan turut dipengaruhi oleh kondisi keluarga. Banyak korban berasal dari lingkungan yang kurang memberikan perhatian emosional sehingga mereka mencari kasih sayang dari luar.

“Tingginya angka ini juga sedikit banyak dipengaruhi dari keluarga. Kemudian korban ini merasa tidak disayang, sehingga mencari kasih sayang dari orang lain,” ujarnya.

Tidak hanya korban, pelaku juga rata-rata masih berusia muda. Untuk kategori anak, pelaku berumur 14–17 tahun, sementara pelaku dewasa berada pada rentang usia 18–23 tahun, terutama yang tinggal di wilayah perkotaan.

“Kalau pelaku anak-anak antara 14–17 juga. Untuk dewasa bisa di angka 18–23 tahun. Rerata di daerah perkotaan,” terangnya.

Ipda Ria juga menyoroti peran besar media sosial (Medsos) termasuk konten TikTok, yang kerap menampilkan gaya berpakaian atau perilaku yang bisa memicu interaksi berbahaya.

“Medsos juga sangat berpengaruh, mereka bikin TikTok dan berpakaian kurang sopan yang bisa memicu pelaku,” bebernya.

Polres Bojonegoro memastikan setiap korban akan mendapat penanganan dan pembinaan bersama Dinas Sosial serta DP3AKB Bojonegoro. Proses pemulihan mental, psikologis, hingga pendidikan kembali menjadi prioritas.

“Selanjutnya, korban akan dilakukan pembinaan baik Polres, Dinsos, DP3AKB,” tegasnya.

Pihaknya mengimbau orang tua untuk lebih peka terhadap perubahan anak, baik secara fisik maupun perilaku. Tanda-tanda tersebut bisa menjadi indikator bahwa anak mengalami kekerasan atau menjadi korban kejahatan seksual.

“Himbauan agar dipantau lebih untuk anak-anaknya, jika mengalami perubahan fisik maupun tindak laku, bisa jadi mereka menjadi korban kekerasan,” pesannya. [riz/mad]